Pengamat Politik Effendi Gazali menyebut ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen sebagai ketentuan radikal.
Menurut dia, presidential threshold adalah kententuan radikal karena dapat merujuk kepada calon tunggal Pilpres 2019.
“Itu membuat pemilu serentak dengan presidential threshold ujungnya (akan) ada calon tunggal. Menurut saya radikal, radikal betul itu,” ujarnya di Resto Gado Gado Boplo, Menteng Jakarta Pusat, Sabtu (9/6/2018).
Lebih jauh Pengajar FISIP UI ini mengatakan, pendiri negara ini tidak berpikir untuk membatasi siapa saja yang akan jadi pemimpin negara.
“Pendiri negara kita nggak pernah berpikir membatasi orang supaya jangan ikut dalam pemilu,” jelasnya.
Di sisi lain dia juga menyatakan, presidential threshold 20% juga dapat memunculkan perasaan diskriminatif.
“Kalau nanti di ujungnya ada calon tunggal, (maka) orang akan merasa terpinggirkan partisipasi politiknya,” imbuhnya.
Menurut Effendi, ketentuan itu semakin menguatkan pikiran bahwa rakyat biasa tidak bisa masuk dan memainkan peranan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Sekali lagi, pemilu serentak yang ada presidential threshold menurut saya, itu cara yang sangat radikal,” tegasnya. (plt)