Polisi Aktif Jadi Plt Gubernur Langgar UU, Kemendagri : Sudah Sesuai Aturan Jadi Tak Perlu Mundur

Polisi Aktif Jadi Plt Gubernur Langgar UU, Kemendagri : Sudah Sesuai Aturan Jadi Tak Perlu Mundur

Alasannya, pertama sangat bertentangan dengan pasal 201 ayat (10) UU 10/2016 tentang Pilkada yang mengatur penjabat Gubernur berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya


Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan anggota Polri yang menjadi penjabat gubernur sementara di Sumut dan Jabar nantinya tidak perlu mundur. Hal itu karena penugasan tersebut hanya sementara dan jabatan aslinya tidak hilang.

"Pj Gubernur dijabat oleh JPT Madya (eselon 1) atau yang setara. Posisi Penjabat (Pj) atau Penjabat Sementara (PJ) sifatnya sementara mengisi kekosongan, sifatnya penugasan (sebagai penjabat administratif) sehingga jabatan asalnya tidak hilang," kata Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Soni Sumarsono, ketika dihubungi detikcom, Miggu (28/1/2018) malam.

Ia mencontohkan Asop Kapolri Irjen M Iriawan yang diusulkan diperbantukan sebagai penjabat gubernur, maka akan tunduk pada aturan Mendagri. Sementara jika Iriawan bertugas sebagai Assops Polri akan tunduk pada aturan Kapolri.

"Jadi ketentuan dalam UU 2 tahun 2002 yang mengharuskan harus lepas dulu jabatan di Polrinya baru bisa menjabat dijabatan lain, tidak diberlakukan disini karena ini bukan pindah jabatan (alih status) tetapi tugas perbantuan dengan rangkap jabatan," ucapnya.

Soni menyebut tidak ada larangan yang mengatur anggota polisi menjadi Penjabat sementara. Ia mencontohkan anggota polri sebelumnya juga pernah menjadi penjabat sementara.

"Namanya wacana, boleh-boleh saja, mengusulkan Pj Gubernur Sumut dan Pj Gubernur Jabar dari jenderal Polisi, karena tidak dilarang. Pada Pilkada yang lalu, pernah ada dan tidak dipermasakshkan, ketika Irjen pol Carlo Tewu diangkat menjadi Pj Gubernur Sulawesi Barat. Provinsi yang dikategorikan rawan ini, Pilkada berlangsung lancar, aman, dan damai," ungkapnya. (link)

Penunjukkan Komjen Iriawan Sebagai Penjabat Gubernur Jabar Sesuai Aturan

Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar mengatakan, pelantikan Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Komisaris Jenderal Mochamad Iriawan sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat sudah sesuai aturan.

Sebelum pelantikan, Bahtiar mengaku sudah melihat dulu dasar hukumnya. Ia pun menyebut Pasal 201 UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada sebagai payung hukum pengisian posisi penjabat gubernur.

"Dalam Pasal 201 UU Pilkada disebutkan dalam mengisi kekosongan jabatan Gubernur diangkat Penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," kata Bahtiar saat ditemui di Gedung Merdeka Jalan Asia-Afrika, Kota Bandung, Senin, 18 Juni 2018, seperti dilansir PRFMnews.

Bahtiar juga menyebut penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf b dalam UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam pasal tersebut diatur tentang ruang lingkup nomenklatur jabatan pimpinan tinggi madya.

Pasal 19 ayat (1) huruf b menyebutkan yang dimaksud pimpinan tinggi madya adalah sekretaris kementerian, sekretaris utama, sekretaris jenderal kesekretariatan lembaga negara, sekretaris jenderal lembaga non-struktural, direktur jenderal, deputi, inspektur jendral, inspektur utama, kepala badan, staf ahli menteri, kepala sekretariat presiden, kepala sekretariat wakil presiden, sekretaris militer presiden, kepala sekretariat dewan pertimbangan presiden, sekretaris daerah provinsi, dan jabatan lain yang setara. (link)

Pemerintah Diingatkan Bahaya Penempatan Perwira Aktif Polri sebagai Pejabat Publik

Kepala Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia Mustafa Fakhri mengatakan, berbahaya jika perwira aktif Polri diberikan penugasan untuk mengisi jabatan publik. "Institusi Polri ini salah satu lembaga superbody. Bisa melakukan penyadapan dan akan sangat berbahaya jika diberikan jabatan sipil," kata Mustafa, di Kantor Sekretariat Iluni Universitas Indonesia, Jakarta, Kamis (1/2/2018).

Menurut dia, perwira Polri seharusnya tak diberikan kesempatan menduduki jabatan sipil, meski dalam waktu singkat. "Akan sangat berbahaya jika dia (Polisi) menduduki jabatan sipil meski dalam rentang waktu yang cukup singkat," kata Mustafa. (link)

Polisi Aktif Jadi Plt Gubernur Melanggar UU!

Jenderal aktif Polri tidak seyogyanya menjadi Pelaksana Tugas (Plt) gubernur.

Alasannya, pertama sangat bertentangan dengan pasal 201 ayat (10) UU 10/2016 tentang Pilkada yang mengatur penjabat Gubernur berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya.

"Dalam pasal tersebut tidak tertulis “atau yang sederajat”. Nomenklatur pimpinan tinggi madya adalah untuk jabatan Pegawai Negeri Sipil. Tidak bisa dianalogikan pimpinan tinggi madya PNS sederajat dengan Jenderal bintang tiga Polri karena memang tidak ada aturannya," kata Ketua DPP Gerindra Bidang Advokasi Habiburokhman dalam keteranganya, Jumat (26/1).

Alasan berikutnya, baik Asisten Kapolri Bidang Operasi (Asops) Irjen Mochamad Iriawan maupun Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Martuani Sormin, sesuai pasal 157 ayat (1) PP Nomor 11/2017, harus mengundurkan diri sebelum mengisi jabatan pimpinan tinggi madya. (link)





Iriawan Tak Netral, Citra Polri Dan Pemerintah Hancur Sekaligus

Jokowi menggunakan kewenangannya untuk menetapkan Komjen Pol Mochamad Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat.

Ketua DPP Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily, berharap keputusan itu bisa dihormati semua pihak.

"Penetapan itu merupakan domain pemerintah yang seharusnya sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya dan tidak bertentangan dengan peraturan," ujar Ace kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (18/6).
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda

No comments

Komentar anda sangat berguna untuk meningkatkan penulisan artikel