Jika rupiah ambruk Indonesia bisa tamat, karena negara ini hobi impor dan utang

Jika rupiah ambruk Indonesia bisa tamat, karena negara ini hobi impor dan utang

Pelemahan rupiah akan berimbas pada para pengusaha mereka terpaksa menaikkan harga atau mengurangi produksi bahkan pada pengurangan tenaga kerja


Dolar menguat benar-benar menjadi isu yang sangat hangat akhir-akhir ini. Kemampuannya menggempur rupiah hingga bercokol di posisi 14.400 ke atas membuat banyak orang kebakaran jenggot. Kepanikan terjadi karena banyak sektor akan terkena imbas dari menguatnya mata uang negeri Paman Sam ini.

Dampak pelemahan rupiah berimplikasi pada beberapa hal, antara lain: Pertama, menekan produsen dalam negeri terutama importir dan perusahaan yang mengandalkan bahan baku impor. Imbasnya, mereka terpaksa menyesuaikan produk, menaikkan harga atau mengurangi kapasitas usaha mereka yang sebagian berdampak pada pengurangan jumlah tenaga kerja.

Banyak orang mengatakan jika rupiah melemah artinya Indonesia tamat. Bisa jadi benar atau salah. Indonesia adalah negara yang memiliki hobi mengimpor banyak sekali barang kebutuhan dari luar negeri.

Hal inilah yang membuat negara ini jadi kucing kebakaran ekornya saat dolar meroket menembus 14.400 rupiah. Kita terbiasa apa-apa dibayar dengan dolar, akibatnya saat nilai dolar naik kita pun jadi tekor.

Ekspor Indonesia ke luar negeri mungkin akan meraup untung lebih besar. Para pelaku di bidang ini akan mendulang untung lebih banyak lagi. Barang-barang yang mereka jual ke luar negeri harganya bisa jadi sama. Namun selisih harga dolar terhadap rupiah tentu menjadi untung yang tak terbilang sedikit. Ambil contoh selisih dolar bulan ini dan bulan lalu 500 rupiah.

Kecil sih, tapi jika dikalikan dengan total penjualan, bisa jadi untung yang lumayan. Meski demikian, pelaku ekspor tetap ingin rupiah menguat karena jika terus tertekan akan memberikan efek domino yang sangat besar bagi Indonesia.

Kedua, menurunkan daya beli masyarakat akibat kenaikan harga barang (imported inflation) dan menaikan jumlah pengangguran. Sektor-sektor lain yang tidak berhubungan secara langsung dengan perdagangan luar negeri ikut terkena dampaknya.

Banyak importir mengeluhkan rupiah yang tak memiliki daya untuk melawan. Mau tidak mau importir akan menaikkan harga barangnya jika ingin dapat untung. Namun apa yang mereka lakukan justru membunuh calon pembeli.

Dampaknya, barang tidak laku dan mereka semakin merugi. Mulai dari benda elektronik, otomotif, pakaian, hingga makanan. Banyak orang akan berpikir dua kali untuk menebus benda ini dan dibawa pulang. Sementara itu, produk dalam negeri harganya masih akan stabil, walau ada kenaikan mungkin tidak signifikan.

Salah satu sektor yang paling deras terkena imbas adalah sektor barang elektronik. Kita tahu jika Indonesia masih belum mampu membuat barang elektronik canggih. Sebut saja ponsel pintar, laptop, hingga perangkat rumah lainnya.

Selain itu, barang-barang yang berasal dari luar negeri pasti harganya kian meroket. Jika dolar kian kokoh artinya sektor impor akan terus tertekan. Permintaan kian menipis namun harga kian tak terkontrol!

Ketiga, meningkatkan biaya pembayaran utang luar negeri. Menurut keterangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada tahun 2013, utang luar negeri Pemerintah membengkak sebesar Rp 164 triliun akibat pelemahan rupiah.

Kerugian kurs akibat pelemahan rupiah juga kerap menimpa BUMN dan perusahaan-perusahaan swasta yang mengandalkan utang luar negeri. Pada semester pertama 2015, misalnya, kerugian kurs PLN mencapai Rp 16,9 triliun.

Yang jelas, utang luar negeri akan makin membengkak. Terlebih utang ini dalam bentuk dolar. Jika rupiah makin keok seperti ini, utang kita ke luar negeri nilainya akan semakin fantastis. Bisa-bisa negara ini mengalami krisis moneter kembali yang membuat seluruh warganya menderita.

Pemerintah mau tidak mau, suka tidak suka harus mengurangi perilaku utang ke luar negeri. Dolar tak terbendung lagi saat ini. Jika mau semuanya terkontrol harus belajar hemat.

Sektor pariwisata ternyata juga mendapatkan imbas yang cukup besar dari naiknya nilai tukar dolar terhadap rupiah. Akan banyak sekali turis yang datang atau berbelanja di Indonesia karena "murahnya" biaya hidup di sini. Jika sebelumnya 100 dolar sama dengan 1,2 juta rupiah, saat ini 100 dolar menjadi 1,4 juta rupiah.

Selisih yang cukup signifikan ini akan menguntungkan mereka yang menggunakan dolar untuk berwisata. Meski demikian, efek untuk sektor pariwisata biasanya musiman. Dolar tak akan selamanya berada di puncak kemenangannya. Bisa jadi beberapa bulan kemudian akan terjun. Itulah mengapa saat dolar naik, orang-orang dari sektor pariwisata akan gencar melakukan promosi.

Pelajaran Berharga Dari Zimbabwe

Rumput tetangga tak selalu lebih hijau. Buktinya ada negara lain yang kondisinya lebih parah dari negara ini. Mungkin dari Zimbabwe bangsa ini harus banyak mengambil pelajaran. Jangan sampai mata uangnya terjun bebas seperti terjadi di Zimbabwe.

Jika dalam buku tabungan Anda terdapat sebuah angka dengan deretan 15 nol di belakangnya, maka Anda bisa menganggap diri sebagai orang kaya. Namun, tidak demikian bagi warga Zimbabwe yang pemerintahnya menarik peredaran uang lokal dan menggantinya dengan uang dolar AS.

Penarikan ini disebabkan nilai dolar Zimbabwe sudah sangat jatuh dan tidak berharga lagi. Hiperinflasi yang terjadi beberapa tahun lalu menghancurkan nilai tukar dolar Zimbabwe. Kini, 1 dolar AS setara dengan 35 kuadriliun dolar Zimbabwe. Jumlah 35 kuadriliun adalah angka 35 dengan deretan 15 angka nol di belakangnya.

Di puncak krisis ekonomi Zimbabwe pada 2008, harga barang-barang kebutuhan pokok melonjak dua kali sehari. Untuk membeli kebutuhan pokok, seperti roti atau susu, warga Zimbabwe harus menyediakan beberapa kantong plastik untuk membawa setumpuk uang.

Akibat begitu tak berharganya mata uang lokal mereka, pada 2009, warga Zimbabwe lebih banyak menggunakan mata uang asing, seperti dolar AS dan mata uang Afrika Selatan, rand, dalam transaksi sehari-hari.

Pecahan tertinggi yang pernah dicetak Bank Sentral Zimbabwe (RBZ) adalah 100 triliun dolar yang hanya cukup untuk ongkos naik bus selama sepekan. Adapun uang sebesar 100 miliar dolar Zimbabwe hanya bisa ditukar dengan tiga telur.

Selain untuk naik bus dan membeli telur, apa lagi yang bisa dibeli dengan mata uang dolar Zimbabwe? Sebuah situs belanja online Zimbabwe menawarkan dua gulung sosis dengan harga 50,7 kuadriliun dolar Zimbabwe atau sekitar Rp 19.000,- saja.

Pembersih toilet dihargai 102,5 kuadriliun dolar Zimbabwe atau Rp 40.000, dan sepasang sarung tangan lateks bisa diperoleh dengan harga 107,4 kuadriliun dolar Zimbabwe atau hampir Rp 50.000,-.

Namun, mulai Senin (16/6/2015) waktu setempat, warga Zimbabwe bisa mengatakan selamat tinggal untuk mata uang mereka yang tak berharga itu. Pada Senin, warga Zimbabwe bisa pergi ke bank setempat untuk menukarkan uang lama mereka dengan dolar AS.

Setiap orang yang menukarkan 250 triliun dolar Zimbabwe akan memperoleh 1 dolar AS. Artinya, pemilik 100 triliun dolar Zimbabwe hanya akan mendapatkan uang sebesar 40 sen AS atau kurang dari Rp 7.000,- saja. (www.kompas.com)

Indonesia memang tidak separah Zimbabwe. Namun jika ketidakstabilan mata uang tidak segera diatasi, tidak menutup kemungkinan negara ini akan mengalami krisis ekonomi seperti Zimbabwe. Apalagi dengan jumlah utang luar negeri yang terus merangkak naik tembus 5000 Trilyun.

Penulis Rahmawati Ayu K., S.Pd (edited by Code Lab News)






*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda

No comments

Komentar anda sangat berguna untuk meningkatkan penulisan artikel