Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax Cs pada Minggu kemarin (1/7) secara diam-diam penuh tanda tanya besar. Ini membuktikan bahwa Presiden Joko Widodo gagal dan harus berakhir 2019.
Demikian disampaikan Koordinator Pusat Komunitas Relawan Sadar Indonesia (Korsa) Amirullah Hidayat dalam keterangan tertulis kepada redaksi, Senin (2/7).
Amirullah mengatakan, kebijakan menaikkan BBM oleh pemerintah dan tidak mengumumkannya kepada publik menjadi pertanyaan besar, karena dilakukan di tengah-tengah tahun politik 2018 menuju Pilpres 2019.
Dia menilai, Jokowi hanya sibuk pencitraan politik, di saat kenaikan harga BBM alasannya karena harga minyak dunia sedang naik, alasan yang tidak masuk akal.
"Kenaikan harga BBM ini mengundang pertanyaan besar di tengah tahun politik, jangan-jangan kenaikan ini juga untuk cari modal buat pilpres," ujar Amirullah. (rus)
Pemerintah Tipu Rakyat Dengan Menaikkan Harga BBM
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dinilai sebagai bentuk nyata dari pengkhianatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap bangsa, negara dan rakyat.
Peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mengatakan hal itu terjadi karena pemerintah ingkar janji terkait harga BBM.
Sesuai dengan RAPBN tahun anggaran 2018 lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah mengatakan pemerintah tidak akan ada kenaikan harga BBM termasuk elpiji 3 kg dan listrik pada tahun 2018. Namun pada 1 Juli kemarin, pemerintah malah menaikkan harga Pertamax Cs.
Harga Pertamax naik Rp 600 menjadi Rp 9.500 per liter, Pertamax Turbo naik Rp 600 menjadi Rp 10.700 per liter, Pertamina Dex naik Rp 500 menjadi Rp 10.500 per liter, serta harga Dexlite naik Rp 900 menjadi Rp 9.000 per liter. Kenaikan bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi ini berlaku di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jakarta, Jawa Barat dan Banten.
"Pemerintah tidak bisa dituduh menyebarkan hoax, yang bisa dituduh menyebarkan hoax adalah media massa, aktivis, media sosial. Pemerintahan dapat melakukan penipuan kepada rakyat bangsa dan negaranya," sindir Salamuddin saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Senin (2/7).
Tindakan menipu tersebut dapat dikategorikan sebagai pengkhianatan terhadap bangsa, negara dan rakyat.
"Sudah berapa kali pemerintah menipu rakyat, bisa sejumlah hari dalam setahun. Bahkan bisa lebih dari itu. Karena pemerintah dapat menipu dengan efektif. Pemerintah memiliki sumber daya yang memadai untuk melakukan itu," bebernya.
Akibatnya, lanjut Salahuddin, apa yang dikatakan pemerintah berbeda dengan kenyataan. Misalkan, kata pemerintah, BBM, listrik, pendidikan dan kesehatan biayanya tidak naik, namun fakta di lapangan, harganya sudah naik berkali-kali.
"Sejak Jokowi berkuasa, harga listrik juga sudah naik berkali-kali hampir setiap bulan, pendidikan mahal sekali, masuk TK saja puluhan juta, biaya kesehatan tinggi sekali. Jadi kalau Menkeu bilang tidak akan naikkan BBM dan listrik ya, tentu saja aneh. Karena subsidinya di APBN dicabut, pastilah BBM dan listrik naik. Jadi ini penipuan ala milenial?" pungkasnya. (BUNAIYA FAUZI ARUBONE)