Kronologi pemurtadan Umat Islam pasca bencana gempa bumi di Lombok

Kronologi pemurtadan Umat Islam pasca bencana gempa bumi di Lombok

Direktur Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Mataram (Unram) Joko Jumadi video itu, ada peristiwa itu fakta, bukan hoaks. Seolah-olah counter opini yang dilakukan aparat penegak hukum video dan kejadian itu tidak ada


Pasca peristiwa gempa yang melanda Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), isu kristenisasi terhadap masyarakat korban gempa ramai diperbincangkan di media sosial.

Beberapa video yang menunjukkan dugaan kristenisasi yang dilakukan relawan kemanusiaan tersebar di media sosial. Salah satunya adalah video milik warga Lombok Utara yang juga korban gempa, Dewi Handayani.

Pada awalnya seperti dilansir INA News Agency, Kamis (30/8), Dewi mengaku telah merekam video kegiatan trauma healing yang berlangsung di kampungnya, Dusun Onggong Lauk, Desa Teniga, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, pada Jumat (24/8/2018) lalu.

Dewi merekam lantaran penasaran dengan tata cara trauma healing yang dilakukan para relawan kepada para korban.

“Saya heran dan bertanya-tanya karena trauma healing itu menggunakan cara percik-percik air kepada warga. Lalu saya rekam dan lempar ke grup WhatsApp kampus, mempertanyakan hal itu,” ujar Dewi kepada tim investigasi Forum Arimatea, di kantor MUI NTB, Kota Mataram, Kamis (30/8/2018).

Mahasiswi STIKES Yarsi Mataram, yang sebentar lagi akan diwisuda itu, mengaku lebih kaget lagi karena beberapa jam setelah dia merekam kegiatan itu, videonya mendadak viral di media sosial. Menurutnya, video itu tersebar luas terutama di Facebook.

“Padahal, saya tidak pernah lempar ke Facebook. Hanya di grup WA (WhatsApp) kampus. Itu pun saya hanya mempertanyakan tata cara dari relawan itu memberikan trauma healing,” tutur Dewi.

“Saya selalu katakan bahwa saya tidak ada maksud menyebarkan ujaran kebencian. Dan saya tidak tahu kalau itu diduga kegiatan pemurtadan. Saya hanya bertanya dari sisi trauma healingnya,” terang Dewi.

Video Dewi Handayani Bukan Hoaks, Ada Peristiwa Faktanya

Direktur Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Mataram (Unram) Joko Jumadi meminta kepada semua pihak untuk tidak menyudutkan Dewi Handayani (23), perekam video dugaan pemurtadan pada korban gempa Lombok.

"Kami sangat menyayangkan video itu dibilang hoaks, video itu, ada peristiwa itu fakta, bukan hoaks. Seolah-olah counter opini yang dilakukan aparat penegak hukum video dan kejadian itu tidak ada," ucap Joko seperti dikutip dari Republika, Sabtu (1/9/2018).

Joko berharap, pihak kepolisian berlaku adil pada kasus ini. "Kepolisian harusnya imbang dalam penanganan kasus ini, persoalannya kenapa hanya perekaman dan penyebarannya yang diproses sedangkan akar masalah pelaku peristiwa yang meresahkan malah tidak ada tindakan dan terkesan bahwa perbuatannya tidak meresahkan," ujar Joko. [Baca: Dewi Handayani Dipanggil Polda NTB, Ormas Islam Kawal]

Joko juga berharap, kepolisian juga memeriksa orang orang yang melakukan dugaan kristenisasi di video tersebut."Jangan-jangan yang meresahkan yang itu, perbuatan orang tersebut yang meresahkan, ini yang harus fair," ungkap Joko.

Seperti dikabarkan sebelumnya, Dewi Handayani diperiksa oleh Polda NTB terkait video yang direkamnya. Dewi merekam aktivitas sejumlah relawan yang tengah melakukan trauma healing kepada anak-anak dan ibu-ibu di Dusun Onggong Lauk, Desa Teniga, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, NTB.

Namun, yang menjadi janggal pada saat trauma healing, salah seorang relawan mencipratkan air yang ditampung dalam wadah gelas plastik air mineral kepada warga. Aktivitas ini identik dengan pembaptisan pada ajaran Kristen.

Umat Islam Lombok Menggugat

Pada Kamis (30/8) Pimpinan Ormas Islam, Pimpinan Pondok Pesantren, Tokoh Masyarakat dan Relawan Islam mengeluarkan pernyataan sikap di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi NTB mengenai dugaan pemurtadan tersebut.

Dalam pernyataan sikap tersebut, disampaikan keprihatinan mendalam atas kasus yang terjadi serta menolak dengan tegas segala upaya penyampaian ajaran agama pada orang berbeda keyakinan dengan alasan apapun.

Pernyataan itu juga menuntut beberapa tuntutan kepada polisi. Pertama, mencabut pernyataan yang sebelumnya telah dikeluarkan lembaga kepolisian yang menyebutkan bahwa kegiatan kristenisasi adalah berita bohong (Hoaks).

Kedua, mengusut kasus kristenisasi dengan sebaik-baiknya dengan tidak memosisikan pembuat dan penyebar video rekaman sebagai sumber permasalahan (tersangka).

Ketiga, menangkap para terduga pelaku penyebaran misi agama tertentu dan memprosesnya sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Keempat, menjalankan SKB 2 Menteri Nomor 1 tahun 1979. Dan kelima, meminta untuk tetap menjaga terciptanya kondisi aman dan nyaman pada proses pemulihan pasca gempa.

Terakhir, pernyataan itu meminta kepada lapisan masyarakat yang berniat meringankan korban gempa untuk tetap menghormati keyakinan dan agama yang dianut korban.


*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda

No comments

Komentar anda sangat berguna untuk meningkatkan penulisan artikel