Antara BLBI, Century dan Disvestasi FREEPORT

Antara BLBI, Century dan Disvestasi FREEPORT

Pada kasus difestasi freeport, terlihat sekali sulitnya menggolkan wacana pembentukan Pansus, pihak-pihak yang diduga terlibat dalam mega skandal freeport, pasti tak rela jika aib dan korengnya dibuka


Setiap penguasa memiliki noda kekuasaan masing-masing. Setiap terjadi anomali kekuasaan, penggarongan uang negara, wakil rakyat yang diharapkan bisa melakukan kontrol juga tidak berdaya.

Bagaimana mungkin mau membersihkan jika masing-masing punya noda sejarah ?

Pada kasus difestasi freeport, terlihat sekali sulitnya menggolkan wacana pembentukan Pansus untuk menggulirkan hak angket. Sebab, pihak-pihak yang diduga terlibat dalam mega skandal freeport, pasti tak rela jika aib dan korengnya dibuka dan ditelanjangi dihadapan publik.

Hanura dan Golkar, meski bukan representasi partai secara resmi, telah mengajukan pledoi terhadap kebijakan divestasi Freport. Keduanya, memandang proses difestasi freeport sudah benar. Padahal, jika sudah benar kenapa terganggu dengan pembentukan Pansus?

Bukankah tinggal ungkap saja, toh jika Golkar dan hanura bersih dari skandal Freport publik justru akan mengetahui peran keduanya yang menjaga kedaulatan negara dan akan bersimpati kepada Golkar dan Hanura.

Upaya membangun opini untuk tidak perlu meneruskan wacana Pansus Freeport justru menimbulkan praduga publik. Ada apa dengan hanura dan Golkar ? Adakah keduanya justru ada dibalik skandal difestasi freeport ?

Soal freeport ini sudah menjadi konsumsi publik, telah beredar luas berbagai analisis negatif ditengah masyarakat tentang kekeliruan membeli saham PT Freport.

Ditinjau dari saham yang dibeli bukan milik Freport tapi PI Rio Tinto, Nilai harga terlalu Mahal (borong murah),
dugaan penyelundupan IUPK untuk Freport hingga 2041 padahal Freport harus tunduk pada KK hingga 2021 (sehingga tidak perlu ada IUPK terkait pembelian saham ini, karena 2021 demi hukum rezim KK berakhir dan freeport kembali ke pangkuan NKRI),

dugaan suap, perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang dalam pembelian saham oleh pejabat tertentu, hingga diabaikannya audit BPK terkait Freport.

Demokrat bungkam, jika pun bersuara masih menggunakan tangan ketiga, karena Demokrat juga khawatir borok century dan hambalang dibuka oleh penguasa. Demokrat paham betul karakter rezim saat ini, apalagi pasca insiden baliho.

PDIP ? Tentu akan paling ngotot menolak Pansus hak angket divestasi Freport. Jagoan BLBI ini tidak mungkin bunuh diri membuka aib kedua kalinya,
karena kebijakan divestasi ini ada dalam kendali PDIP. Sementara partai-partai yang lain berkelindan mencari resapan kepentingan, baik gizi politik atau NGUNDUH elektabilitas dari isu freeport ini.

Jadi di lingkaran partai terjadi saling kunci, saling ancam, saling sandera, akan buka bukaan, mengor-ek Koreng masing-masing.

Karena faktor inilah, sepertinya publik akan kesulitan mendapatkan hak atas informasi yang benar dan transparan terkait isu Freeport ini. Apalagi, isu freeport ini terkait erat dengan eksistensi penjajahan Amerika di negeri ini yang telah berlangsung puluhan tahun lamanya.

Amerika tidak akan ridlo, ghanimah freeport yang telah lama menyumbang pundi pundi Amerika diambil alih Republik ini. Amerika akan terus mengawasi dan mengendalikan tambang emas jajahannya, melalui berbagai sarana dan cara yang memungkinkan.

Tentu saja cara yang paling efektif adalah menyewa para penguasa antek, politisi busuk, para penger-at rente kekuasaan, para penjilat remah remah politik, untuk menjalankan misi Amerika. Bagi Amerika, mudah sekali menawarkan konsesi dukungan kekuasaan dan memberi 'sedikit gizi politik' agar para penguasa antek ini melindungi kepentingan jajahan Amerika.

Para penguasa antek ini pun bersuka ria menjalankan peran antek, peran koloni. Mereka hanya sesumbar dan garang kepada rakyat, tetapi bertekuk lutut dihadapan penjajah.

Lantas, sebenarnya wakil rakyat di DPR itu mewakili siapa ? Mereka akan menghamba kepada siapa ? Apakah mereka akan merealisir wacana Pansus Freeport atau sekedar bermanuver politik ? Mereka akan menjaga kepentingan Amerika atau membela segenap rakyat yang diwakilinya ?

Lantas, apakah ada alasan bagi rakyat untuk tetap mempertahankan demokrasi jika ternyata suara rakyat bukan suara Tuhan? Apakah Suara Amerika dan China yang menjadi Tuhan Tuhan para wakil rakyat? Lantas, benarkan mitos kedaulatan ada ditangan rakyat? Bukan ditangan penjajah Amerika dan China?

Penulis : Nasrudin Joha
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda

No comments

Komentar anda sangat berguna untuk meningkatkan penulisan artikel