Hukum digunakan sebagai alat kekuasaan untuk memenjarakan rakyat yang kritis

Hukum digunakan sebagai alat kekuasaan untuk memenjarakan rakyat yang kritis

Hukum saat ini, digunakan penguasa untuk memenjarakan rakyat. Yang mestinya menjadi alat memperbaiki kesalahan bukan untuk memenjarakan lawan


Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ferdinand Hutahaean menuding pemerintahan Joko Widodo telah menggunakan hukum sebagai alat kekuasaan.

Hukum saat ini, kata Ferdinand, digunakan penguasa untuk memenjarakan rakyat. Padahal hukum, kata Ferdinand, mestinya menjadi alat memperbaiki kesalahan bukan untuk memenjarakan lawan.

"Kenapa sekarang isu ketidakadilan muncul ? Penyebabnya ternyata hukum sekarang tidak lagi dipergunakan untuk mengatur supaya baik. Tapi rezim ini menggunakan hukum untuk memenjarakan rakyat, dimanfaatkan untuk mengunci mulut-mulut orang yang kritis kepada kekuasaan," kata Ferdinand di Media Center Prabowo-Sandi, Jakarta Selatan, Senin (4/2).

Tak hanya itu, menurut Ferdinand pemerintahan di era Jokowi juga telah memanfaatkan hukum sebagai alat untuk melindungi kawan atau pihak-pihak yang mendukung mereka.

Dia mencontohkan salah satu ketua umum partai politik di Indonesia yang telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pengancaman di saat yang bersangkutan bersebrangan paham dengan pemerintah Jokowi. Namum tak lama, setelah ketua umum itu mendeklarasikan dukungan terhadap Jokowi, kasusnya pun tak lagi diperpanjang.

"Kita lihat ada ketua umum parpol yang sudah dapat gelar tersangka atas tuduhan mengancam. Kasus itu bergulir dan kemudian lenyap setelah yang bersangkutan mendeklarasikan dukungan kepada Jokowi. Inilah yang kita duga bagian dari obstruction of justice," kata Ferdinand.

Namun demikian, Ferdinand tak menyebutkan secara rinci nama Ketua Umum dan Partai apa yang dia jadikan contoh itu.

Hal sama juga diungkapkan oleh Tim Advokasi BPN, Hendarsam Marantoko. Menurutnya Jokowi telah gagal menghadirkan keadilan dan memberikan kepastian hukum bagi rakyat. Buntutnya, justru mucul kasus persekusi terhadap masyarakat atau tokoh yang kritis terhadap penguasa.

"Kami mencatat, selama empat tahun Jokowi memerintah, ada lebih dari 70 kasus persekusi terjadi. Saat kita laporkan kasus itu, sampai saat ini tidak ada yang naik ke pengadilan," kata Hendarsam.

Seperti diketahui, belakangan ini penegakan hukum yang beririsan dengan nuansa politis terjadi menjelang Pilpres 2019.

Di antaranya yakni vonis 1,5 tahun penjara dalam kasus pelanggaran UU ITE Ahmad Dhani Prasetyo yang juga merupakan juru kampanye Prabowo-Sandi, pemeriksaan pengamat yang kerap mengkritik pemerintah Rocky Gerung, hingga pengusutan kasus korupsi dana kemah yang melibatkan koordinator BPN Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak.

Terlepas dari sejumlah penegakan hukum yang tengah berlangsung, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menyebut Jokowi sudah tidak memiliki cara lain dalam menghadapi kubu lawan di Pilpres 2019. Menurutnya, Jokowi tidak sanggup menaikkan elektabilitasnya.

Fadli menanggapi serangan bertubi-tubi dari kubu Jokowi. Salah satunya dia menyebut paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandi menggunakan gaya propaganda Rusia selama masa kampanye.

"Ada pepatah mengatakan begini, 'desperate people can do desperate thing'. Jadi ini sudah desperado, sudah desperate mungkin, karena elektabilitasnya enggak naik-naik, jadi dengan segala cara untuk menaikan elektabilitas," kata Fadli di gedung DPR RI, Jakarta, Senin (4/2) (tst/ain)
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda

No comments

Komentar anda sangat berguna untuk meningkatkan penulisan artikel