Jokowi pemimpin yang amburadul, tidak kompeten dan hampa nilai

Jokowi pemimpin yang amburadul, tidak kompeten dan hampa nilai

Belum pernah ada dalam sejarah, Lembaga Kepresidenan Indonesia terlecehkan seperti yang terjadi dewasa ini. Semestinya ia menjadi manifestasi kepemimpinan, kewibawaan, panutan dan sumber inspirasi bangsa.


Belum pernah ada dalam sejarah, Lembaga Kepresidenan Indonesia terlecehkan seperti yang terjadi dewasa ini. Semestinya ia menjadi manifestasi kepemimpinan, kewibawaan, panutan dan sumber inspirasi bangsa.

Yang terjadi sekarang lembaga ini menjadi sumber nihilisme yang disebut Leo Strauss, filosof politik Jerman-Amerika, tanpa tujuan hampa nilai, hedonis permisip egalitarian. Ini hanya bisa terjadi karena ia salah diduduki oleh seorang pejabat yang tidak kompeten, ignoran, sama sekali nggak "nyandak" kalau orang Sunda bilang akan fungsi dari lembaga itu.

Ketika Rabu minggu ini, Jokowi memutuskan untuk membatalkan pelantikan Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri dan mengusulkan Komjen Badrodin Haiti sebagai calon Kapolri, walau itu hak prerogatipnya, keputusan ini menunjukkan sikap seorang presiden yang lemah; menca-mencle, tidak punya prinsip, kepribadian, mudah ditekan, dan tidak konsisten. Publik paham betul bahwa ini hanya keputusan terpaksa seorang Jokowi.

Padahal masalah BG tidak perlu sekian lama diputus jika pada akhirnya kesimpulannya akan sama, bahwa Jokowi tidak akan punya nyali untuk melantiknya. Kenapa perlu berbasa basi, menunggu hasil praperadilan dan lain sebagainya? Sementara api terus membara, menyambar kanan kiri.

Budi berbalas dendam. KPK ikut tergerus. Ditelanjangkan kelakuan lama para ketuanya yang tidak patut atau melanggar hukum. Kenapa tidak? Semua membawa hikmah. Publik toh harus tau juga karakter yang ceritanya akan mengantar Indonesia menjadi bersih korupsi.

Begitu jadinya suasana ketika Jokowi bersembunyi dibalik keraguannya dan mencoba mendorong tanggung jawabnya pada orang lain. Semua kejadian ini hanya mempertajam pandangan negatip publik terhadapnya.

Kasus Kapolri Budi Gunawan secara rutin seharusnya tidak perlu menjadi masalah. Semua pejabat tinggi pemerintah dan lembaganya bisa diangkat dan diganti oleh Presiden. Hanya Presiden yang mempunyai hak prerogatip. Kalau persetujuan DPR diperlukan itu sekedar formalitas. Suara rakyat tak juga lagi perlu didengar. Bukan kah terpilihnya seorang Presiden sudah termanifestasi dalam dirinya?

Ketika Jokowi memutuskan mencalonkan hanya satu nama, Budi Gunawan, sebagai Calon Kapolri-tidak penting atas dukungan siapa atau partai apa dan meneruskannya ke DPR, prosedur ini benar dan sah. Kecuali jika nama itu tidak disetujui DPR secara aklamasi atau karena hasil voting maka dia harus mengulang lagi prosesnya.

Tetapi tidak juga Presiden harus tetap meneruskan pelantikan seorang Kapolri jika pada saat sebelum itu, nama yang bersangkutan tersangkut perkara dan sudah menjadi Tersangka KPK. Tanpa ragu sudah sepatutnya Presiden segera menarik kembali pencalonannya, kendati sudah ada persetujuan DPR. Ini bukan berarti Jokowi bertindak otoriter, inkonstitusional. Lagi ini suatu prinsip seorang Presiden yang semasa kampanye berjanji untuk menjalankan pemerintahan yang bersih dari kaum koruptor.

Pendeknya tiada apa yamg mau dikata,kinerja Jokowi sebagai Presiden RI selama lebih dari 100 hari ini sungguh sangat mengecewakan. Tiada tanda tanda Indonesia akan dipimpin oleh seorang "leader", visioner yang karismatik dalam 5 tahun mendatang.

Yang terlihat hari ini dari Jokowi hanya lah seorang yang menjabat kedudukan sebagai Presiden Republik Indonesia bukan seorang pemimpin. Padahal demokrasi era Reformasi ini menjanjikan seorang pemimpin yang dipilih secara demokratis untuk membawa kemajuan bagi bangsa.

Nampaknya ini suatu hal yang mustahil yang akan didapat dari seorang Jokowi. Sudah lah, pasti jauh panggang dari api. (Nurman Diah)
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda