Permainan para penguasa negeri antah berantah

Permainan para penguasa negeri antah berantah


Mencermati perkembangan terkini seputar melonjaknya harga beras, maka kami dari Global Future Institute (GFI) menengarai adanya indikasi perang asimetris yang dilancarkan oleh pihak asing yang dibantu oleh para kompradornya di dalam negeri, untuk melumpuhkan daulat pangan di tanah air secara sistematis dan terencana.

Melalui tiga tahapan perang asimetris yang lazim diterapkan untuk melumpuhkan Indonesia dari dalam. Terkait dengan melambungnya harga beras yang merupakan salah satu kebutuhan pokok bangsa Indonesia di sektor pangan, maka tahapan perang asimetris yang dilancarkan pihak asing adalah sebagai berikut:


1. TEBAR ISU: KELANGKAAN BERAS DAN MELAMBUNGNYA HARGA BELI.
2. TEMA: BUKA KRAN IMPOR BERAS SELUAS-LUASNYA.
3. SKEMA: KORPORASI KORPORASI PERTANIAN ASING MENGINVASI DAERAH2 LOGISTIK NKRI.

Dengan demikian, kelangkaan beras hanya sekadar isu yang ditebar para pihak yang tidak bertanggung jawab, karena sasaran sesungguhnya adalah mewujudkan agenda lanjutan,  yaitu meliberalisasi impor (beras), sedang skemanya adalah kontrol ekonomi di Indonesia Raya melalui tangan-tangan korporasi global bidang pangan baik oleh Amerika Serikat maupun Uni Eropa.

Inilah contoh pola dalam perang asimetris yang akan digelar oleh Barat di Indonesia. Pintunya sudah dibuka via kelangkaan beras dan mahalnya harga. Mereka punya doktrin kolonialisme: "Kontrol minyak anda akan kendalikan negara, kontrol pangan maka anda mengendalikan rakyat" (Henry Kissinger).

Akar sebenarnya bisa ditelisik dari Structural Adjusment Policy (SAP)-nya IMF dimana salah satu syaratnya adalah "perluas kran impor". Termasuk devaluasi (menurunnya nilai tukar) yang terus menggerus rupiah merupakan bagian daripada skema SAP-nya IMF.

Dengan demikian, jika ingin mengurai model kolonialisme berpola nir-militer atau asymmetric warfare, mulailah dari syarat-syarat dalam SAP-nya IMF sebab disitulah dijumpai "akar"-nya. Bukankah pemerintah kini tengah pusing mencari utangan ratusan triliunan dolar AS untuk mencukupi APBN?  Ke mana lagi kalau tidak  ke IMF dan Bank Dunia?


Jakarta, 25 Februari 2015
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda