Pada awal pemerintahannya pada bulan desember 2014, Rupiah melemah menembus Rp. 13 ribu, Jokowi menyalahkan pemerintahan sebelumnya yang dipimpin Soesilo Bambang Yudhoyono. Jokowi menganggap SBY lepas tangan.
Ketika itu, pemerintahan Jokowi melalui Menteri Perekonomian, Sofyan Djalil menyatakan anjloknya nilai tukar rupiah terhadap USD karena kesalahan kebijakan yang dikeluarkan pemerintahan era SBY.
Memasuki bulan berikutnya, Januari 2015, rupiah kian terpuruk, Jokowi salahkan situasi politik dan krisis Yunani.
Lagi-lagi Menko Perekonomian menjelaskan pelemahan rupiah ini karena faktor eksternal terutama gejolak yang terjadi di Yunani.
“Jadi ada persoalan faktor eksternal, terutama kemarin gara-gara Yunani,” ujar Sofyan pada 7 Januari 2015.
Menteri keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan hal itu akibat proyeksi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi China.
“Memang kondisi hari ini ada proyeksi yang negatif terhadap pertumbuhan China, jadi mata uang negara-negara yang punya kaitan dengan China termasuk Indonesia ya melemah,” katanya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, pada 2 Maret 2015 silam.
Pada bulan yang sama, rezim Jokowi menyalahkan kecilnya uang kiriman TKI dinilai jadi sebab rupiah rapuh. Menko perekonomian, Sofyan Djalil mengatakan itu lantaran kiriman uang dari pekerjanya mencapai USD 20 miliar per tahun. Sementara rupiah melemah karena kiriman uang TKI ke Tanah Air hanya USD 7 miliar per tahun.
Dua bulan kemudian, ekonomi tak membaik Jokowi mengadu pada publik dirinya dikeroyok mafia. Mengaku paham siapa mafianya namun tak ditindak hanya omong saja.
“Saya mengerti siapa yang main gula, siapa main migas, siapa main minyak. Saya tahu bener, itulah tantangan kita,” ujar Jokowi saat kunjungan kerja ke pabrik gula di Mojokerto, Jawa Timur, pada 21 Mei 2015 silam. Menurut Jokowi, mafia ini menekan pemerintah mengeluarkan ijin impor. Sementara akibat Rupiah terus melemah, Menteri Keuangan kembali salahkan The Fed pada 27 Juli 2015.
Bambang Brodjonegoro mengatakan pelemahan atau penguatan mata uang rupiah, bukan karena Yunani yang sudah mendapat dana talangan. Pelemahan rupiah dan beberapa mata uang dunia karena rupiah terkena pressure semua mata uang karena ada sinya The Fed akan menaikkan rate sebelum akhir tahun.
Lalu, semakin melemahnya rupiah justru Bank Indonesia salahkan dolar. Selasa, (4/8), Deputi Gubernur Bank Indonesia Mirza Adityaswara menegaskan, pelemahan rupiah yang terjadi bukan fenomena rupiah melainkan fenomena dollar. Ia menyebut depresiasi Euro terhadap dolar AS secara year to date mencapai 10 persen. sedangkan rupiah hanya 8 persen.
Karena itu, kata Mirza, pelemahan rupiah jangan hanya dilihat rupiah saja tapi perbandingannya dengan mata uang regional dan dunia. Di bulan yang sama, ekonomi tak juga membaik, Jokowi sebut ekonomi melambat akibat kisruh Korea Selatan dan Korea Utara.
Jokowi mengatakan telah terjadi perlambatan ekonomi dunia, bukan hanya di Indonesia. Salah satu penyebabnya karena kembali memanasnya hubungan Korea Utara dan Korea Selatan.
“Perlambatan ekonomi yang terjadi saya tegaskan tidak hanya kita, tapi.lebih berat tetangga kita. Sehari dua hari ini berpengaruh karena ramainya Korsel dan Korut,” katanya di Istana Bogor, Senin (24/8).
Senin pagi, (24/8), Rupiah terpuruk tembus Rp. 14.006 dibarengi IHSG yang anjlok gila-gilaan, Pemerintahan Jokowi kompak salahkan Ekonomi Global.
Jokowi kembali menegaskan perlambatan ekonomi yang terjadi bukan hanya melanda Indonesia. Tetapi hampir semua negara lantaran pengaruh kondisi ekonomi global. Hal senada diungkap Gubernur Bank Indonesia yang mengatakan pelemahan rupiah tak lepas dari kondisi global yang sedang dalam ketidakpastian.
“Kondisi dunia memang sedang dalam ketidakpastian,” tandas Gubernur BI Agus Martowardojo di DPR, Jakarta, Senin (24/8). sumber