Di Amerika, ada lembaga yang melakukan pengawasan, yaitu Federal Research. Di sana orang tidak bebas begitu saja mengirim uang keluar. Misalnya untuk investasi sebesar 10 ribu dolar AS saja, mereka harus mengisi formulir di salah satu bank.
Celakanya, seperti yang dinyatakan oleh Rizal Ramli, penelitian terhadap investor itu hampir tidak ada. Sudah saatnya pemerintahan menciptakan sistem yang bisa mendeteksi adanya kecenderungan capital flight. Mengalirnya ke mana saja, dilakukan dengan cara apa, dan bagaimana itu bisa terjadi.
Lebih celaka lagi ketika capital flight tersebut menggunakan uang negara seperti yang dilakukan oleh beberapa konglomerat Cina yang terjerat kasus BLBI. Atau konglomerat yang melakukan capital flight dengan menggunakan dana dari kredit Bank Pemerintah. Kalau sampai hal itu terjadi, jelas sangat berbahaya.
Apalagi terkait para taipan kita yang investasi ke Cina, umumnya capital flight didasari motivasi primordial meski juga atas dasar keuntungan bisnis.
Masalah krusial timbul, ketika kemudian cadangan devisa kita habis karena dijarah oleh para konglomerat atau kekuatan swasta, maka kemudian terjadilah devaluasi. Pada tahapan ini, yang terjadi bukan lagi krisis ekonomi, melainkan krisis politik. Dan biasanya, capital flight para Taipan bukan atas dasar karena adanya peluang dan prospek bisnis di negara yang jadi sasaran capital flight, melainkan karena motivasi politik, yang tidak sejalan lagi dengan pemerintahan yang sedang berkuasa.
Cina perantuan ala Ahok
Sepak terjang Ahok memberi izin Proyek Reklamasi Pulau di Teluk Jakarta kepada anak perusahaan PT Agung Podomoro, yaitu PT Muara Wisesa Samudera, mengingatkan saya pada Jan Pieter Zoen Coen, Gubernur Jenderal Belanda pertama di Batavia (Jakarta) pada awal abad ke-17.
Yang menyamakan dua kejadian ini adalah, betapa kemudian membuka ruang yang seluas-luasnya untuk masyarakat “China Perantauan” (Overseas China) semakin menguatkan basis ekonomi dan sosial-budayanya di kawasan Jakarta dan sekitarnya.
Sebagaimana kegusaran berbagai kalangan terhadap kebijakan Ahok memberikan izin untuk Proyek Reklamasi Teluk Jakarta, langkah ini pada perkembangannya akan dijadikan “pintu masuk” untuk membangun 17 pulau buatan, sebagai landasan untuk mengembangkan sebuah mega proyek yang bernama Giant See Wall.Kekhawatiran kian merebak ketika mega proyek mengindikasikan adanya keterlibatan para Taipan yang dikenal dengan julukan “9 Naga” untuk menguasa kawasan Jakarta dan sekitarnya secara geopolitik. (GFI)