Abangan adalah sebutan untuk golongan penduduk Jawa Muslim yang mempraktikkan Islam dalam versi yang lebih sinkretis bila dibandingkan dengan golongan santri yang lebih ortodoks.
Abangan cenderung mengikuti sistem kepercayaan lokal yang disebut adat daripada hukum Islam murni (syariah). Dalam sistem kepercayaan tersebut terdapat tradisi-tradisi Hindu, Buddha, dan animisme.
kata abangan diperkirakan berasal dari kata Bahasa Arab aba'an, lidah orang Jawa membaca huruf 'ain menjadi ngain. Jadi arti aba'an kurang lebih adalah "yang tidak konsekwen" atau "yang meninggalkan".
Para ulama dulu memberikan julukan kepada para orang yang sudah masuk Islam tapi tidak menjalankan syari'at (Bahasa Jawa: sarengat) adalah kaum aba'an atau abangan. Jadi, kata "abang" di sini bukan dari kata Bahasa Jawa abang yang berarti warna merah. [wiki]
- Menteri Agama Indonesia Lukman Hakim Saefuddin dan sejumlah kalangan cendekiawan, Umumnya pendukung ‘Islam Nusantara’ atau ‘Islam Indonesia’ menjadikan dakwah Wali Songo sebagai role modelnya.
Putra ulama KH Maemoen Zubair, KH Najih Maemoen (Gus Najih) mengecam munculnya wacana “Islam Nusantara”. Kecaman Gus Najih itu dituangkan dalam makalah bertajuk “Islam Nusantara dan Konspirasi Liberal”.
“Islam Nusantara hadir untuk mensinkronkan Islam dengan budaya dan kultur Indonesia. Ada doktrin sesat di balik lahirnya wacana Islam Nusantara,” tulis Gus Najih.
Murid ulama Mekkah, Sayyid Maliki, ini mengungkapkan bahwa pengusung Islam Nusantara mengajak umat untuk mengakui dan menerima berbagai budaya sekalipun budaya tersebut kufur, seperti doa bersama antar agama, pernikahan beda agama, menjaga gereja, merayakan Imlek, Natalan dan seterusnya.
Menurut Gus Najih, para pengusung Islam Nusantara juga ingin menghidupkan kembali budaya-budaya kaum abangan seperti nyekar, ruwatan, sesajen, blangkonan, sedekah laut dan sedekah bumi (yang dahulu bernama nyadran).
“Dalam anggapan mereka, Islam di Indonesia adalah agama pendatang yang harus patuh dan tunduk terhadap budaya-budaya Nusantara. Tujuannya agar umat Islam di Indonesia terkesan ramah, tidak lagi fanatik dengan ke-Islamannya, luntur ghiroh Islamiyahnya,” jelas Gus Najih.
Gus Najih menegaskan, ada misi “pluralisme agama” di balik istilah Islam Nusantara, di samping juga ada tujuan politik tertentu, yang jelas munculnya ide tersebut telah menimbulkan konflik, pendangkalan akidah serta menambah perpecahan di tengah-tengah umat.
Selain itu, Gus Najih mengungkapkan, fakta yang ada budaya yang berasal dari tradisi Nusantara pra-Islam telah di-Islamkan oleh para ulama Nusantara termasuk Walisongo.
“Bukan Islam yang diakulturalisasi dan di-nusantarakan oleh budaya Nusantara karena budaya tersebut sudah ada terlebih dahulu sebelum Islam datang,” papar Gus Najih.
Kata Gus Najih, kegiatan keagamaan masyarakat Indonesia yang sepenuhnya berasal dari Islam seperti tahlilan, yasinan, maulidan, manaqiban, thariqahan, pada dasarnya di negara-negara Arab juga dilaksanakan seperti di Siria, Yaman, dan sebagainya.
“Lalu mengapa para pendukung Islam Nusantara menolak Islam Arab, padahal amaliyah mereka sama? Terjadi lagi ketidakjelasan dan inkonsistensi pemikiran dalam istilah Islam Nusantara tersebut,” terang Gus Najih.
Terkait wacana Islam Nusantara, Presiden Joko Widodo menyinggun “Islam Nusantara” pada acara Istighasah dan Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdhatul Ulama di Masjid Istiqlal, Jakarta (14/06).
Menurut Jokowi, Islam Nusantara adalah ajaran Islam yang penuh sopan santun dan toleransi. “Hampir semua perwakilan negara sahabat selalu bertanya kepada saya, kok bisa penduduk banyak dan beda agama tapi bisa rukun,” kata Jokowi. [intel]
Catatan :
Sinkretisme adalah suatu proses perpaduan dari beberapa paham-paham atau aliran-aliran agama atau kepercayaan.
Pada sinkretisme terjadi proses pencampuradukkan berbagai unsur aliran atau faham, sehingga hasil yang didapat dalam bentuk abstrak yang berbeda.