Para pengusaha top Indonesia yang masuk dalam Panama Papers

Para pengusaha top Indonesia yang masuk dalam Panama Papers


Di Indonesia, nama-nama para miliarder ternama yang setiap tahun langganan masuk daftar orang terkaya versi Forbes Indonesia bertebaran dalam dokumen Mossack. diantaranya adalah:

James Riady
Pemilik grup Lippo, James Riady, misalnya, tercatat sebagai pemegang saham di sebuah perusahaan bernama Golden Walk Enterprise Ltd. Perusahaan itu didirikan dengan bantuan Mossack Fonseca di British Virgin Islands pada 2011.

Ia masuk ke komunitas bisnis Amerika dimulai pada tahun 1977, ketika ia dibujuk oleh mogul perbankan Arkansas WR Witt dan Jackson T. Stephens, dan pendiri Stephens Inc, yaitu salah satu bank investasi terbesar Amerika di luar Wall Street.

Putranya, John Riady, juga tercatat sebagai pemilik Phoenix Pacific Enterprise Ltd di BVI. Ketika dimintai konfirmasi, salah seorang keluarga Riady memberikan keterangan off the record.

Franciscus Welirang
Nama lain yang muncul dalam daftar ini adalah Direktur PT Indofood Sukses Makmur, Franciscus Welirang. Dia tercatat sebagai pemegang saham perusahaan offshore bernama Azzorine Limited.

Nama Fransiscus yang akrab dipanggil Frangky ini mulai muncul di atmosfir Salim Grup setelah menamatkan pendidikan insinyur kimia bidang plastik, di Institute South Bank Polytechnic, London, Inggris tahun 1974.

Dalam Panama Papers, Frangky ini tak langsung tercatat sebagai klien Mossack Fonseca. Namun ia terafiliasi lewat BOS Trust Company (Jersey) Ltd, yang menjadi klien sejak 2013.

Sandiaga Uno
Sandiaga Uno, pebisnis terkemuka yang kini tengah mencalonkan diri menjadi calon Gubernur DKI Jakarta, juga tersangkut dokumen ini.

Sandiaga mengaku memang memiliki beberapa perusahaan offshore di British Virgin Islands. Keberadaan perusahaan offshore itu penting untuk bisnis Saratoga Equities, sebuah perusahaan investasi yang dia dirikan bersama Edwin Soeryadjaya.

Setidaknya ada tiga perusahaan offshore yang terkait dengan Sandiaga: Aldia Enterprises Ltd, Attica Finance Ltd, dan Ocean Blue Global Holdings Ltd.

Ketiganya didirikan berurutan sejak 2004 sampai 2006.“Saya memang punya rencana membuka semuanya karena saya sekarang dalam proses mencalonkan diri menjadi pejabat publik,” katanya tenang.

Rini Soemarno Menteri BUMN
Menteri yang bernama Rini Mariani Soemarno Soewandi juga terdapat dalam daftar “Panama Papers”. Ia adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara dalam Kabinet Kerja periode 2014-2019 oleh Jokowi sejak 26 Oktober 2014.

Sarjana Ekonomi lulusan dari Wellesley College 1981, Massachusetts, Amerika Serikat ini adalah termasuk salah seorang menteri yang diangkat dari kalangan profesional. Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada Kabinet Gotong Royong tahun 2001 hingga tahun 2004.

Pengusaha-pengusaha top Indonesia lainnya dalam “Panama Papers” yang masuk dalam majalah Forbes. Beberapa pengusaha lainnya yang juga tertera dalam “Panama Papers” dan sempat masuk juga dalam “150 Wealthiest Indonesian” versi majalah “Forbes tahun 2008″ lalu adalah:

Hashim Djojohadikusumo (Arsari Group, Tirtamas Comexindo, bidang oil, pulp and paper, petrochemicals, pertambangan, program bio-ethanol, perkebunan karet) dalam “150 Wealthiest Indonesian” versi majalah Forbes tahun 2008 lalu, menempatkan posisi #14 dengan penambahan kekayaan US$1,05 milyar dollar AS.

Hashim pernah menjadi tersangka dan masuk tahanan dalam kasus Pelanggaran Batas Minimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank Industri sebesar Rp. 4 milyar. Ia ditahan karena terlibat pelanggaran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dimana kredit yang seharusnya dikucurkan ke kreditor, ternyata dikucurkan ke grupnya sendiri.

Seperti ditulis wikipedia, awalnya Hashim Djojohadikusumo magang di sebuah bank investasi sebagai analis keuangan di Perancis, kemudian ia mulai memasuki dunia bisnisnya dengan menjadi direktur di Indo Consult.

Berkat perkembangan bisnis dan perusahaan Hashim Djojohadikusumo yang semakin melaju pesat, maka akhirnya ia pun mulai mengakuisi PT. Semen Cibinong lewat perusahaannya bernama PT. Tirta Mas.

Setelah itu, ia pun juga mulai menanamkan sahamnya di Bank Niaga dan Bank Kredit Asia, hingga ia menjadi benar-benar seorang konglomerat.

Setelah itu bersama dengan Prabowo, ia membeli Kiani Kertas, perusahaan eks-Bob Hasan yang bermarkas di Kalimantan Timur. Setelah berhasil menyelamatkan perusahaan Prabowo tersebut,

Hashim Djojohadikusumo juga berhasil menguasai konsesi lahan hutan sebesar 97 hektare yang tersebar di Aceh Tengah, yang kemudian mendorongnya untuk terus memperluas jaringan bisnisnya hingga memiliki 3 juta hektare perkebunan, konsesi hutan, tambang batubara, dan ladang migas di Aceh hingga ke Papua.

Menurut laporan Forbes 2012 mengklaim bahwa Hashim Djojohadikusumo sebagai salah satu pria terkaya di Asia dengan kekayaan mencapai US$ 850 juta dollar AS. Namum demikian Kiani Kertas kerap mengalami masalah keuangan dan pada awal 2014 terjadi protes buruh yang belum menerima gaji selama 5 bulan.


Chairul Tanjung (Para Group, bidang banking, consumer goods), dalam “150 Wealthiest Indonesian” versi majalah Forbes tahun 2008 lalu, pernah menempatkan posisi #22 dengan penambahan kekayaan US$610 juta dollar AS.

Seperti ditulis wikipedia, pada tahun 2010, majalah Forbes menempatkan Chairul sebagai salah satu orang terkaya di dunia. Ia berada di urutan ke-937 dengan total kekayaan mencapai US$ 1 milyar dollar AS.

Satu tahun kemudian, menurut Forbes, kekayaan Chairul telah meningkat lebih dari dua kali lipat, yakni dengan total kekayaan US$ 2,1 milyar dollar AS. Tahun 2014, Chairul memiliki kekayaan sebesar US$ 4 milyar dolar AS dan termasuk orang terkaya nomor 375 dunia.

Pada tanggal 1 Desember 2011, Chairul Tanjung meresmikan perubahan Para Grup menjadi CT Corp. CT Corp terdiri dari tiga perusahaan sub holding: Mega Corp, Trans Corp, dan CT Global Resources yang meliputi layanan finansial, media, ritel, gaya hidup, hiburan, dan sumber daya alam.

Muhammad Aksa Mahmud (Bosowa Group, bidang infrastructures, property, agriculture) yang sedang menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), masa periode 1 Oktober 2004 – 1 Oktober 2009.

Dalam “150 Wealthiest Indonesian” versi majalah Forbes tahun 2008 lalu, ia menempatkan posisi #25 dengan penambahan kekayaan US$599 juta dollar AS.

Sebagai Politikus, ia pernah menjadi Anggota MPR RI Fraksi Utusan Daerah dari Sulawesi Selatan pada tahun 1999-2004 dan berlanjut menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah periode 2004-2009 mewakili Sulawesi Selatan.

Saat ini ia masih aktif sebagai politikus senior Partai Golkar. Ia menikahi Ramlah Kalla (adik Jusuf Kalla) dan memiliki 5 orang anak.

Rusdi Kirana (Lion Air Airlines) dalam “150 Wealthiest Indonesian” versi majalah Forbes tahun 2008 lalu, menempatkan posisi #28 dengan penambahan kekayaan US$492 juta dollar AS.

Pengusaha Indonesia dan juga pendiri Lion Air ini pada 19 Januari 2015, dipilih oleh Presiden Joko Widodo untuk menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Di bidang politik, sejak 12 Januari 2014 lalu, ia menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Lion Air Group yang dipimpinnya menjadi sebuah perusahaan yang membawahi beberapa anak perusahaan yaitu Lion Air, Wings Air, Batik Air, Malindo Air dan Thai Lion Air.

Buronan yang namanya ada di “Panama Papers”
Di Indonesia, dua nama yang kerap dicari penegak hukum untuk kepentingan penyidikan kasus korupsi, yakni taipan minyak Muhammad Riza Chalid dan pengusaha properti Djoko Soegiarto Tjandra (Tjan Kok Hui), juga tercantum dalam dokumen Mossack.

Mohammad Riza Chalid (ritel mode, kebun sawit, jus, minyak bumi) ditenggarai ada diluar Indonesia sehingga menyulitkan Kejaksaan Agung untuk memeriksanya dalam kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo untuk mendapatkan saham PT Freeport Indonesia pada akhir 2015 lalu.

Riza adalah pengusaha asal Indonesia dengan berbagai bidang usaha dari ritel mode, kebun sawit, jus, hingga minyak bumi.

Ia dijuluki “Saudagar Minyak” (The Gasoline Godfather) karena dianggap mendominasi bisnis import minyak via Petral dan kerap dianggap sebagai “penguasa abadi bisnis minyak” di Indonesia.

Namanya menjadi kontroversial karena terkait dengan bisnis perminyakan di Indonesia yang melibatkan Petral, perusahaan milik Pertamina yang berbasis di Singapura yang bertanggung jawab dalam memasok minyak mentah dan BBM dengan harga yang tidak kompetitif.

Nilai bisnisnya diperkirakan mencapai US$ 30 miliar dollar AS per tahun. Dengan total kekayaan yang diperkirakan mencapai US$ 415 juta dollar AS, Chalid merupakan orang terkaya ke-88 dalam daftar 150 orang terkaya versi Globe Asia.

Djoko Soegiarto Tjandra (Tjan Kok Hui) menjadi buron dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp 904 miliar sejak tahun 2009 lalu.

Ia adalah salah satu pendiri Grup Mulia bersama Eka Tjandranegara (Tjan Kok Hui) dan Gunawan Tjandra (Tjan Kok Kwang) yang berawal dari PT. Mulialand, Tbk.

Mulialand bergerak di bidang konstruksi dan properti, yang kemudian membangun sejumlah properti mewah di Jakarta, seperti Hotel Mulia Senayan, Wisma Mulia, Menara Mulia, perkantoran elit Wisma GKBI, Gedung BRI II, Menara Mulia Plaza 89, Plaza Kuningan, serta apartemen Taman Anggrek.

Pada tanggal 5 November 1986, resmi berdiri PT. Mulia Industrindo, Tbk. yang dikhususkan untuk sektor manufaktur.

Mulia Industrindo menaungi beberapa anak perusahaan, diantaranya Muliaglass (memproduksi kaca lembaran, wadah kemasan dari kaca, glass block, dan kaca pengaman otomotif sejak 1989) dan Mulia Keramik Indahraya (memproduksi lantai keramik dan dinding keramik).

Selain mereka diatas, masih banyak nama pengusaha-pengusaha lainnya ada di dalam dokumen Mossack Fonseca yang bocor ini, dan kini sedang ditelusuri wartawan-wartawan Indonesia.

Semua kekayaan yang ada di “Panama Papers” belum tentu illegal
Data Mossack yang bocor ini berisi informasi soal Mossack dan klien-kliennya sejak 1977 sampai awal 2015. Keberadaan data ini memungkinkan publik mengintip bagaimana dunia offshore bekerja dan bagaimana fulus gelap mengalir di dalam jagat finansial global.

Salah seorang pendiri Mossack, Ramon Fonseca, menegaskan bahwa perusahaannya tidak punya tanggung jawab atas apa pun yang dilakukan kliennya dalam menggunakan perusahaan offshore yang dijual oleh Mossack.

Secara hukum, memiliki perusahaan offshore bukanlah sesuatu yang otomatis ilegal. Yang jelas, Mossack Fonseca menawarkan jasa untuk membuat perusahaan di yuridiksi bebas pajak untuk kliennya. Firma ini juga bisa menyamarkan kepemilikan perusahaan offshore agar tak mudah dilacak.

Padahal jika semua uang itu mereka nikmati, bisa jadi dan mugkin saja uang itu tak akan habis seumur hidup mereka dan tetap tersisa.

Namun pastinya, mereka yang ada dalam daftar “Panama Papers” ini menjadi terlihat oleh publik dan tetap mempunyai niat illegal untuk berusaha menghindari pajak oleh negara dimana mereka menikmati hidup, menghirup, bernafas, berbisnis, memperoleh penghasilan dan mengeruk keuntungan serta tinggal sebagai warga negara.

Sumber :internet.
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda