Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memperingatkan bagi pihak yang membocorkan data tax amnesty bisa dipidana.
Bambang memberikan bocoran isi RUU Tax Amnesty yang akan disahkan DPR akhir bulan ini. Ia menyebutkan, dalam RUU tersebut para WNI yang melaporkan asetnya akan dijamin kerahasiaannya oleh pemerintah.
Sedangkan bagi pihak manapun yang mencoba membocorkan identitas peserta tax amnesty dapat dikenakan pidana.
"Kerahasiaan data, dalam UU Tax Amnesty ada dua pasal bicara itu. Pertama, data tax amnesty bersifat rahasia siapapun yang membocorkan, terutama pajak, kena pidana. Ini sesuai dengan undang-undang pajak," jelas Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Jumat (17/6/2016).
Bambang menjelaskan, data WNI yang ikut tax amnesty juga tidak dapat dijadikan barang bukti untuk melakukan penyelidikan kekayaan individu.
Data tersebut juga tidak dapat dijadikan barang bukti untuk penindakan kasus pelanggaran hukum. Kedua poin ini tercantum dalam RUU Tax Amnesty yang akan disahkan akhir bulan ini.
"Data tax amnesty tidak bisa dipakai sebagai bukti permulaan untuk penyelidikan dan penyidikan atau apapun terkait kasus hukum,” tandasnya.
Undang-undang tax amnesty yang akan disahkan hanya berlaku untuk mengampuni pelanggaran yang dilakukan pengemplang pajak yang menyimpan asetnya di luar negeri. Data WNI yang ikut tax amnesty juga tidak akan diberikan kepada penegak hukum untuk ditindaklanjuti sebagai perkara pidana.
"Undang-undang ini hanya ampuni pelanggaran atau pidana pajak. Tapi datanya tidak boleh digunakan sebagai bukti mencari pidana lain. Bahkan tidak boleh diminta penegak hukum sekalipun,” pungkasnya.
Sementara itu...
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) berharap tax amnesty segera diberlakukan untuk menggenjot penerimaan pajak.
Penerimaan pajak hingga akhir Mei 2016 ini mencapai Rp 364,1 triliun, setara 26,8% dari target Rp 1.360,2 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.
"Kita mengharapkan bisa selesai lah pada setidak-tidaknya Juni ini. Mudah-mudahan bisa selesai (dibahas dengan DPR)," kata JK di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (17/6/2016).
JK mengatakan, jika penerimaan negara dari setoran pajak berkurang, maka mau tidak mau anggaran belanja pun harus dipangkas.
"Apabila penerimaan tidak mencukupi otomatis pengeluarannya juga diturunkan. Itu kan anggaran selalu begitu. Jadi aspek penerimaan di sebelah kanan, di sebelah kirinya pengeluarannya, ya kalau kirinya kurang masuk ya kanannya harus dikurangi pengeluarannya," jelasnya.
Meski demikian, kata JK, Pemerintah berusaha untuk tidak memotong anggaran belanja terlalu banyak. Apalagi untuk program-program yang jadi prioritas Pemerintah.
"Kita mengusahakan pada tahap pertama yang prioritas tidak dikurangi. Prioritas itu infrastruktur dan tentu kewajiban-kewajiban pokok, seperti gaji pegawai, kesehatan tidak dikurangi.
Yang dikurangi ialah, seperti tadi, biaya perjalanan, seminar, peninjauan, apapun seperti itu yang memang kalau belum cukup belanja barang harus diturunkan. Seperti itu," ujarnya. (yn)