Kepentingan masyarakat terancam jika terjadi kolusi dengan pengusaha dalam Pilkada

Kepentingan masyarakat terancam jika terjadi kolusi dengan pengusaha dalam Pilkada

Dikhawatirkan potensi permainan sumbangan untuk Paslon pengusaha yang akan terkait dengan bagi-bagi proyek pasca Pilkada


Statement ini bukan dari saya. Kompas (18/11) yang bilang. Menurut media terkemuka nasional ini, dikhawatirkan potensi permainan sumbangan untuk Paslon pengusaha yang akan terkait dengan bagi-bagi proyek pasca Pilkada.

Kolusi seperti ini dikhawatirkan mengancam kepentingan masyarakat luas, karena jika pejabat (Paslon) terpilih dia akan lebih mempehatikan kepentingan pengusaha penyuplai dana kampanye daripada rakyat.

Kompas melaporkan nosi itu dari seminar “Membangun Pilkada Serentak yang Bersih dan Bebas Korupsi” di BPHN, Kemenhukham, bersamaan dengan diskusi laporan sumbangan dana kampanye yang digelar Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR).

Dalam observasi di daerah-daerah, JPPR menemukan potensi pelanggaran dana kampanye, yakni sumbangan yang melebihi batas, yaitu perorangan Rp 50 juta dan perusahaan Rp. 500 juta.

“Pengusaha dengan sengaja memecah jumlah sumbangan untuk mengakali batas maksimal,” simpul JPPR.

“Kami menemukan ada Paslon yang menerima sumbangan dari 7 perusahaan, ternyata dari 2 perusahaan utama,” jelas JPPR.

Temuan ini menunjukkan sinyal mengkhawatirkan bahwa Paslon pemenang akan mendahulukan perusahaan penyumbang ketimbang kepentingan masyarakat.

PPATK juga mengindikasikan membenarkan sinyal adalah transaksi liar dalam konteks Pilkada.


“Ada juga trend, sebelum kampanye ada transaksi uang keluar dari rekening kandidat, tetapi setelah calon itu terpiih dan menjabat uang itu dan uang-uang lainnya masuk kembali ke rekening pejabat terpilih,” jelas PPATK.

Tentu ini terjadi jika Paslon memiliki uang-uang yang asal-muasalnya tidak jelas. Jika Paslon dari pengusaha, wajar dia memiliki uang yang banyak. Bagaimana dengan Paslon yang berasal dari birokrasi? Dari mana dia memiliki uang begitu banyak sedangkan orang tidak tahu dia memiliki sumber dana yang sah lainnya?

Pejabat kepala daerah yang berasal dari birokrat memang sangat paham dunia ‘olah-mengolah’ dan bagaimana cara ‘pasang taring dan tarif’ jika berhadapan dengan pengusaha. Pengusaha memerlukan mereka untuk mendapatkan proyek. Tentu bukan tanpa imbalan hehehe..

Pilkada langsung oleh rakyat itu very costly. Apalagi jika calon harus ‘membayar mahar’ yang konon mencapai belasan milyar rupiah. Dari mana dana itu dicari? Belum lagi yang namanya biaya kampanye, atau persiapan dana untuk ‘serangan fajar’. Konon pula, ‘serangan fajar’ kini kurang mempan dan harus dilengkapi dengan ‘serangan dhuha’ kata seorang temanku di Jakarta.

Artinya, seorang Paslon yang kemaruk kekuasaan, berniat banget untuk menang agar bisa membayar kembali ‘biaya dukungan’ kabarnya mempersiapkan ‘cash’ dalam jumlah besar untuk membeli dukungan rakyat melalui ‘money politics’. “No free lunch,” kata penulis senior Izharry Agusjaya.

Jadi, jika Paslon sibuk memikirkan untuk memenangkan Pilkada dan mau melakukan apa saja untuk tujuan itu –halal maupun haram- siap-siaplah beliau akan mengecewakan rakyat, kata Kompas.

Setelah berhasil ‘mengibuli’ rakyat dengan kepura-puraan yang direkayasa dan kepalsuan maka dia menang, dia akan kembali ke kroni, teman kolusi dan dunia hedonis yang memang sangat dicintainya.

Sial nai fuang, kata temanku orang Samosir.

Medan, 21 Nopember 2015

Written by Haz Pohan
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda