Sosok Jokowi yang dicitrakan merakyat, tapi justru meninggalkan rakyat

Sosok Jokowi yang dicitrakan merakyat, tapi justru meninggalkan rakyat

Kalau sebuah aksi ditunggangi tidak mungkin bisa berskala nasional bahkan Internasional dan melibatkan begitu banyak rasa kebersamaan


Cuplikan berita :
Joko Widodo menyebut ada aktor-aktor politik yang menunggangi aksi demonstrasi 4 November. Namun Jokowi juga menghargai peran para tokoh agama yang membuat aksi demonstrasi berjalan damai pada awalnya.

"Terima kasih kami sampaikan kepada para ulama, kyai, habib, ustaz yang telah memimpin umatnya yang menyejukkan sehingga sampai maghrib berjalan dengan tertib dan damai," ucapnya dalam konferensi pers di Istana Negara tengah malam tadi.

Dia menyayangkan aksi menjadi ricuh bada Isya. "Itu (terjadi) karena campur tangan tokoh politik yang ingin memanfaatkan situasi."

Presiden meminta massa mempercayakan penyelesaian kasus dugaan penistaan agama kepada aparat keamanan. Masyarakat harus tetap tenang. Tidak terprovokasi. Masyarakat harus menjaga lingkungan terdekat agar tetap aman dan damai.

"Jaga lingkungan masing masing sehingga situasi tetap aman dan damai," kata Jokowi.

Sebelumnya, Jokowi memimpin rapat koordinasi untuk membahas situasi pasca-demonstrasi. Presiden menggelar rapat koordinasi dengan sejumlah anggota Kabinet Kerja guna membahas situasi pasca unjuk rasa sejumlah elemen masyarakat. (mediaindonesia)

Benarkah ?


Menurut pengamat politik Agus Supriyatna “aksi yang melibatkan jutaan massa secara nasional tidak mungkin ditunggangi oleh kepentingan ataupun ada aktor politik dibelakangnya, jelas itu hanya mencari ‘kambing hitam’ dari kesalahan keputusan sang presiden yang tidak mau menemui para pemimpin aksi”

Tidak hanya di Jakarta di Pakistanpun umat Islam ikutan berdemo
Kalau sebuah aksi yang ditunggangi tidak mungkin bisa berskala nasional dan melibatkan begitu banyak rasa kebersamaan atau satu perjuangan untuk menghukum penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur petahana Basuki Tjahja Purnama

Ini soal satu perjuangan dan satu pergerakaan yaitu membela agama Islam, karena mereka yang melakukan aksi pada 4 November 2016 memiiki niat yang sama yaitu mencari keadilan atas proses hukum yang terjadi

Sulit rasanya, mengatakan aksi bela Islam pada 4 November kemarin dikatakan ditunggangi oleh kepentingan atau aktor politik didalamnya

Konsep ditunggangi bisa terjadi kalau agenda aksinya melibatkan massa partai politik, ataupun massa yang bisa dibayar; pertanyaan pun langsung mengemuka bagaimana mungkin aksi yang melibatkan jutaan massa secara nasional dibayar dan diinstruksikan secara poltik? ini murni soal pembelaan pada agama yang dianut yang dinistakan untuk kepentingan politik sang penguasa

Justru dengan keputusan sang presiden yang tidak mau menemui para pemimpin aksi yang terdiri hanya dari ulama dan bukan pemimpin politik, sang Presiden jelas telah ‘ditunggangi’ oleh informasi intelejen dan kepentingan politik didalamnya

Sang Presiden seolah telah mendapatkan informasi intelejen yang salah, yang menilai aksi umat Islam adalah aksi politik dan membahayakan kepada kepemimpinan nasional

Sang Presiden jelas ‘ditunggangi’ dengan mengatakan bahwa aksi umat Islam di tunggangi oleh aktor politik, bukankah justru harusnya sang presiden menciptakan ketenangan dihati umat bukan justru mengkambing hitamkan adanya aktor politik” tutup Agus.


PRESIDEN YANG DICITRAKAN MERAKYAT JUSTRU MENGHINDARI RAKYATNYA

Sikap Presiden Joko Widodo yang ingkar janji adalah salah satu pemicu kericuhan kecil yang terjadi di ujung Aksi Bela Islam II, kemarin.

Sebetulnya, kelompok demonstran sejak awal berkomitmen menjalankan aksi dengan damai. Hal itu dikatakan Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra, kepada wartawan, Sabtu pagi (5/11).

Namun, menurut Yusril, massa dibuat kecewa setelah tahu Jokowi tidak tetap berada di Istana Merdeka dan tidak menerima langsung perwakilan para demonstran.

Padahal sehari sebelumnya, dalam konferensi pers bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) di beranda Istana Merdeka (Kamis, 3/11), Jokowi berjanji untuk tetap berada di Istana dan bekerja seperti biasa sepanjang Jumat 4 November 2016.

"Janji itu akhirnya buyar karena Presiden pergi ke Cengkareng untuk sesuatu yang tidak begitu penting. Wapres Kalla yang akhirnya menerima wakil demonstran, tak cukup memuaskan," kata Yusril.

"Akhirnya sebagian pendemo tetap bertahan untuk bertemu Presiden. Namun itu tidak terjadi, padahal rusuh sudah terjadi di beberapa titik wilayah Jakarta. Presiden yang dicitrakan dekat dengan rakyat, di saat genting justru menghindar dari rakyatnya sendiri," sesalnya.

Terkait janji Wapres JK bahwa penyelidikan dugaan penistaan agama oleh Basuki Purnama alias Ahok akan diselesaikan selama dua minggu, Yusril menilainya masih terlalu lama.

"Dalam dua minggu berbagai hal tak terduga bisa saja terjadi. Pemerintah harus mempercepat proses ini. Jika tidak ada langkah nyata, demo lebih besar bukan mustahil akan terjadi," tambahnya. (rmolsumsel)


*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda