Kasus penistaan agama bisa berakibat sangat besar bagi kelangsungan serta kerukunan berbangsa dan bernegara. Terlebih jika sang penista tidak segera dijatuhi hukuman penjara.
Begitu kata mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli saat berbicara dalam acara Tahlil dan Manaqib Gus Dur di DPP PKB, jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Selasa (27/12).
Lebih lanjut, ekonom senior ini berkisah tentang contoh kasus penistaan agama yang terjadi pada tahun 1986 di era pemerintahan Soeharto.
Kejadian ini terjadi di Situbondo, Jawa Timur. Saat itu, ada seorang pemuda muslim bernama Abdul menistakan tuhan dan melecehkan Kyai Syamsul Arifin. Puluhan ribu rakyat di kampung-kampung melakukan demonstrasi meminta agar Abdul segera diadili.
"Dia diadili, dihukum 5 tahun. Tapi rakyat tidak setuju, tetap marah, maunya dihukum seumur hidup atau ditembak mati," tutur Rizal.
Saking tidak terimanya, lanjut Rizal, pengadilan diporak-porandakan, penjara Abdul mau dijebol namun tidak bisa karena pintunya terbuat dari besi.
"Sebagian demonstran naik ke atas, turun ke bawah. Nah digebukin si Abdul ini, dia diselamatkan oleh security. Tapi langsung berkembang rumor bahwa dia diselamatkan oleh seorang pendeta," sambungnya.
Rumor diselamatkan pendeta berkembang, lantaran tak jauh dari penjara memang berdiri sebuah gereja. Massa yang marah kemudian menghampiri dan membakar gereja. Malangnya, pendeta dan keluarganya dibakar dalam pengeroyokan itu.
"Inilah contohnya bahaya kasus seperti ini," simpul Menteri Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu. (ian)