Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengungkapkan, Kapolri Jenderal Muhammad Tito Karnavian sudah menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap calon kepala daerah yang berperkara selama pilkada serentak akan dilanjutkan setelah pesta rakyat selesai.
"Saya ingin menegaskan bahwa Bapak Kapolri menyarankan supaya proses hukumnya ditunda setelah pilkada selesai. Artinya, kami berharap Pilkada berlangsung dahulu, bila nanti ada kasus silakan diproses," kata Setyo, Selasa (13/3/2018).
Setyo menilai, dibeberkannya nama-nama calon kepala daerah yang terlibat pidana korupsi itu hak dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Polri pun tidak mempermasalahkan hal tersebut.
"Itukan sifatnya menyarankan karena kami lebih memilih situasi yang lebih kondusif ,tenang," tutup mantan Wakabaintelkam Polri ini.
Seperti diketahui sebelumnya, Menpolhukam Wiranto juga meminta KPK untuk menunda memproses penetapan tersangka calon kepala daerah yang terlibat korupsi.
"Karena apa? (proses hukum) akan berpengaruh pada pelaksana pemilu, akan masuk ke ranah politik, akan masuk ke hal-hal yang mempengaruhi persoalan suara. Apalagi, kalau sudah ditetapkan sebagai paslon itu bukan pribadi lagi, tetapi milik para pemilih milik partai-partai yang mendukung milik orang banyak," kata Wiranto.
Sementara itu...
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang menilai permintaan Menkopolhukam, Wiranto terkait penundaan penetapan tersangka terhadap calon kepala daerah yang terindikasi korupsi malah akan membuat indeks persepsi korupsi (IPK) semakin berjalan di tempat.
"Yang begitu (penundaan) itu tidak baik buat angka indeks persepsi korupsi indonesia yang masih jalan di tempat," kata Saut, Selasa (13/3/2018).
Menurut Saut, sebaiknya perlu adanya pergantian peraturan perundangan-undangan kepada calon terdaftar bila tersangkut pidana.
"Lebih elegance solusinya bila sebaiknya pemerintah membuat Perppu pergantian calon terdaftar bila tersangkut pidana," ungkapnya.
Pemerintah Tak Boleh Dikte KPK
Meski permintaan penundaan penetapan status tersangka terhadap calon kepala daerah oleh KPK bersifat imbauan, langkah pemerintah tetap menuai protes.
Ade Irawan, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan bahwa ada tiga alasan pihaknya menentang imbauan pemerintah tersebut karena KPK merupakan lembaga negara independen yang dalam melaksanaan tugas dan kewenangannya bebas dari intervensi kekuasaan manapun.
“Hal ini tercantum dalam Pasal 3 Undang-undang No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tidak dapat meminta, menunda, atau bahkan menghentikan proses hukum,” ujarnya, Selasa (13/3/2018).
Ade juga mengatakan bahwa dengan adanya imbauan itu, pemerintah telah mencampuradukkan proses politik dengan proses hukum.
*Dari berbagai sumber berita online yang dirangkum