Juru bicara Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Kivlan Zen, meminta publik untuk tidak menghakimi Prabowo atas kasus kerusuhan Mei 1998. Dia menegaskan bahwa Prabowo tidak terlibat dalam peristiwa berdarah itu. Kivlan justru menuding oknum di kubu Jokowi-Jusuf Kalla yang merupakan dalang kerusuhan itu.
"Kalau mereka menuduh Pak Prabowo,saya akan bongkar di depan panel bahwa kelompok sana (kubu Jokowi-JK) yang membuat kerusuhan, penembakan bulan Mei 1998, bukan Prabowo," ujar Kivlan seusai diskusi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Rabu (18/6/2014).
Kivlan mengungkapkan, dalam kasus kerusuhan Mei 1998, ada sekelompok orang yang merencanakan kerusuhan di suatu daerah. Ketika itu, Presiden Soeharto sedang menunaikan ibadah haji.
"Mereka melakukan itu (kerusuhan) dan mengendalikannya dari Bogor dengan telepon. Kalau saya buka ini akan jadi aib bangsa," ungkap mantan Kepala Staf Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad) itu.
Tak hanya itu, Kivlan juga menuturkan, Prabowo yang saat itu menjadi Panglima Kostrad berusaha menjaga Jakarta yang kondisinya sudah sangat genting.
"Kita kerahkan pasukan, dan dalam waktu dekat, berhenti terjadi pembakaran. Kalau tidak ada Prabowo, Jakarta sudah hancur," tukas Kivlan. Kivlan lalu menampilkan foto seorang pria yang disebutnya sebagai Pam Swakarsa yang tewas tergeletak dengan bagian kepala hancur.
Ketika itu, pria malang tersebut dikerumuni sekelompok orang yang tersenyum dan tertawa melihat ke arah jasad itu. Foto lainnya yang ditunjukkan Kivlan adalah sekelompok demonstran yang membawa spanduk bertuliskan KPM (Komite Pendukung Megawati).
"Saya akan buktikan siapa sebenarnya yang buat kekacauan di Jakarta. Saksinya juga ada," imbuhnya. (Sabrina Asri)
Kerusuhan Mei 1998, Gerakan Benny Moerdani Menggulung Soeharto; Prabowo; dan Menaikan Megawati Soekarnoputri ke Kursi Presiden.
Pernahkah anda mendengar kisah Kapten Prabowo melawan usaha kelompok Benny Moerdani dan CSIS mendeislamisasi Indonesia? Ini fakta dan bukan bualan. Banyak buku sejarah yang sudah membahas hal ini, dan salah satunya cerita dari Kopassus di masa kepanglimaan Benny.
Saat Benny menginspeksi ruang kerja perwira bawahan dia melihat sajadah di kursi dan bertanya "Apa ini?", jawab sang perwira, "Sajadah untuk shalat, Komandan." Benny membentak "TNI tidak mengenal ini." Benny juga sering mengadakan rapat staf pada saat menjelang ibadah Jumat, sehingga menyulitkan perwira yang mau sholat Jumat.
Hartono Mardjono sebagaimana dikutip Republika tanggal 3 Januari 1997 mengatakan bahwa rekrutan perwira Kopassus sangat diskriminatif terhadap yang beragama Islam, misalnya kalau direkrut 20 orang, 18 di antaranya adalah perwira beragama non Islam dan dua dari Islam.
Penelitian Salim Said juga menemukan hal yang sama bahwa para perwira yang menonjol keislamannya, misalnya mengirim anak ke pesantren kilat pada masa libur atau sering menghadiri pengajian diperlakukan diskriminatif dan tidak akan mendapat kesempatan sekolah karena sang perwira dianggap fanatik, sehingga sejak saat itu karir militernya suram.
Silakan perhatikan siapa para perwira tinggi beken yang diangkat dan menduduki pos penting pada masa Benny Moerdani menjadi Pangad atau Menhankam seperti :
Sintong Panjaitan; Try Sutrisno; Wiranto; Rudolf Warouw;
Albert Paruntu; AM Hendropriyono; Agum Gumelar;
Sutiyoso; Susilo Bambang Yudhoyono; Luhut Panjaitan;
Ryamizard Ryacudu; Johny Lumintang; Albert Inkiriwang;
Herman Mantiri; Adolf Rajagukguk; Theo Syafei dsbnya.
Akan terlihat sebuah pola tidak terbantahkan bahwa perwira yang diangkat pada masa Benny Moerdani berkuasa adalah non Islam atau Islam abangan (yang tidak dianggap "fanatik" atau berada dalam golongan "islam santri" menurut versi Benny).
Inilah yang dilawan Prabowo antara lain dengan membentuk ICMI yang sempat dilawan habis-habisan oleh kelompok Benny Moerdani namun tidak berhasil. Tidak heran kelompok status quo dari kalangan perwira Benny Moerdani membenci Prabowo karena Prabowo yang menghancurkan cita-cita mendeislamisasi Indonesia itu. (hudzaifah/Berric Dondarrion)