Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta ditengarai membuka pendaftaran lelang secara ilegal terhadap sejumlah proyek pembangunan fisik di Ibu Kota. Hal itu terungkap lewat temuan yang diperoleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta, belum lama ini.
"Saya meminta Pemprov DKI menghentikan semua (lelang) ini. Karena sudah jelas-jelas ilegal!" kata Wakil Ketua DPRD DKI, M Taufik, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (21/10).
Dia mengatakan, pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2017 baru akan dibahas DPRD pada akhir Oktober ini. Akan tetapi, sejumlah proyek untuk tahun depan telah dilelang duluan oleh Pemda DKI. Tak tanggung-tanggung, dari beberapa proyek yang dilelang itu ada yang nilainya mencapai Rp 1 triliun lebih.
"Logika sederhananya, program-program yang dilelang itu kan baru mau kami bahas. Kalau ternyata nanti DPRD tidak menyetujuinya, bagaimana? Apakah Pemda mau tanggung jawab?" kata Taufik.
Berdasarkan data yang diterima Republika.co.id, ada beberapa paket lelang proyek fisik 2017 yang kini sudah dibuka pendaftarannya oleh Pemprov DKI. Diantaranya adalah lelang proyek pelaksanaan fisik pembangunan Rumah Susun (Rusun) Polri di kawasan Pesing, Jakarta Barat, dengan harga perkiraan sendiri (HPS) senilai Rp 98,1 miliar.
Selanjutnya, ada lagi paket lelang proyek pelaksanaan fisik pembangunan rusun di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat dengan HPS sebesar Rp 1,2 triliun. Ada pula paket lelang proyek pelaksanaan fisik pembangunan rusun di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Pusat dengan HPS mencapai Rp 1,8 triliun.
Berikutnya, Pemda DKI juga membuka paket lelang untuk proyek pelaksanaan fisik pembangunan Rusun Blok Nagrak di Jakarta Utara dengan HPS senilai Rp 987,7 miliar. Batas akhir pendaftaran lelang untuk keempat proyek tersebut dipatok hingga 21 November 2016.
Di luar itu, ada belasan paket lelang proyek fisik 2017 lainnya yang diumumkan Pemda DKI lewat laman LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik--Red). Batas akhir pendaftaran paket-paket tersebut cukup bervariasi, yakni dengan rentang antara Oktober-November 2016. "Kalau dihitung-hitung, nilai HPS semuanya mencapai Rp 4 triliun lebih," kata Taufik.
Dia menjelaskan, sebelum mengeksekusi satu proyek, ada beberapa persyaratan prosedural yang mesti dipenuhi Pemprov DKI. Yang pertama, proyek itu harus dibahas terlebih dahulu dalam rapat kebijakan umum anggaran dan perioritas plafon sementara (KUAPPS). Setelah itu, anggaran untuk proyek tersebut harus disetujui DPRD dalam rapat paripurna APBD.
"Sementara, ini KUAPPS-nya saja belum dibahas, apalagi diketok palu APBD. Tapi proyeknya sudah dilelang duluan. Menurut saya, ini adalah cara-cara kotor. Kami akan telusuri ada kepentingan apa di balik ini semua," kata Taufik.
Politikus Partai Gerindra itu mengungkapkan, sedikitnya ada enam SKPD (satuan kerja perangkat daerah) di Pemprov DKI yang terkait dengan lelang ilegal tersebut. Di antaranya adalah Dinas Perumahan dan Gedung, Dinas Kebersihan, serta Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Dia pun berjanji akan memanggil semua instansi tersebut dalam waktu dekat.
Anggota DPRD DKI dari Fraksi Partai Demokrat, Ahmad Nawawi menuturkan, Pemda DKI boleh saja mengumumkan rencana proyek mereka kepada publik, sejak setahun sebelum proyek itu dilaksanakan. Akan tetapi, untuk urusan lelang, ada aturan yang mesti ditaati bersama.
Dia pun menilai pelanggaran yang dilakukan Pemda DKI kali ini termasuk fatal. "Sepanjang sejarah pemerintahan di DKI, baru kali ini saya mendapati ada lelang proyek sebelum APBD disahkan. Lembaga pemeriksa seperti inspektorat, KPK, dan BPK harus turun untuk mengusut kasus ini," ujarnya. (rep)