Seorang eks tahanan Cina mengungkapkan bagaimana pihak berwenang Cina memaksa tahanan muslim di kamp pengasingan makan daging babi dan minum alkohol.
Bekas tahanan itu bernama Omir Bekali, 42 tahun. Dia seorang muslim Kazakhstan ditangkap oleh badan keamanan Cina ketika memasuki perbatasan Cina dari Kazakhstan untuk mengunjungi orang tuanya pada 23 Maret 2017.
Seorang wanita umat muslim minoritas etnis Hui, mempersiapkan bahan makanan yang akan dimasaknya untuk dijual di kawasan Linxia di provinsi Gansu, Cina, 3 Februari 2018 REUTERS/Michael Martina |
Dengan kaki dan tangan dirantai, Bekali ditanyai tentang pekerjaannya, sebelum akhirnya dituduh membantu muslim Cina melarikan diri.
Ketika dalam dalam tahanan, Bekali mengaku bersama tahanan lainnya dipaksa menolak dan membenci Islam, termasuk mendapatkan hukuman keras. "Mereka dipaksa makan daging babi jika tidak memenuhi permintaan polisi," tulis Independent.
Mereka juga dipaksa mengkritik diri sendiri dan orang-orang yang dicintai, serta diminta berterima kasih kepada Partai Komunis yang kuat. Ketika menolak mengikuti instruksi, Bekali dipaksa berdiri menghadap dinding selama lima jam, seminggu kemudian, dia dikirim ke isolasi sel tanpa makanan selama 24 jam.
Sebuah masjid yang biasa digunakan umat muslim minoritas etnis Hui, untuk melakukan salat di kawasan Linxia di provinsi Gansu, Cina, 3 Februari 2018. REUTERS/Michael Martina |
"Peristiwa itu masih menghantui saya sampai hari ini. Tekanan fisik dan mental yang harus dihadapi adalah menyakitkan, saya pernah berpikir bunuh diri," kata Bekali, yang dibebaskan setelah kunjungan Wakil Menteri Luar Negeri Kazakhstan.
Sekitar 900 ribu hingga satu juta muslim Cina telah ditahan di kamp 'pendidikan kembali' di wilayah Xinjiang dalam upaya Beijing mengekang gerakan separatis. Penahanan ini ditujukan untuk mengubah pemikiran politik para tahanan, menghapus kepercayaan dalam Islam dan membentuk kembali identitas mereka.
Pejabat di Xinjiang menolak berkomentar terkait keberadaan kamp, tetapi beberapa keterangan mereka seperti dikutip sejumlah media mengatakan, perubahan ideologis diperlukan untuk memerangi separatisme dan ekstremisme Islam.
Kaum Muslim Uyghur di Xianjiang menjadi sasaran penangkapan dalam beberapa tahun terakhir, dan Cina menganggap wilayah itu sebagai ancaman bagi perdamaian di sebuah negara di mana mayoritas adalah etnis Han. (DT)