Kita boleh saja beralasan apapun jua, tapi saudara kita yang mengalami sendiri penjajahan dan penindasan itu telah terluka, mereka bertanya, benarkah kita saudaranya ?
Sebab ini terjadi di saat penjajah Israel mempertontonkan arogansinya, dengan membunuhi ayah-ayah mereka, menyakiti ibu-ibunya, dan menyiksa anak-anaknya
Lalu ada diantara kita menerima undangan dengan dalih ingin menasihati, padahal hanya jadi legitimasi, seolah-olah Israel itu damai, mengakui keberadaan mereka
Fatal sekali timbangan dewan pertimbangan ini, merusak nama baik negara dan kaum Muslim terbesar. Atau mungkin ada terselip kecongkakan bisa diundang penjajah?
Padahal sikap kita pada kemungkaran sudahlah jelas. Ubah dengan kekuasaan dan tangan, atau suarakan dengan tegas melalui lisan, atau setidaknya ingkari dengan hati
Bila hatipun sudah tidak bisa mengingkari, lalu bermesra dengan penjajah saudaranya, bersalaman dengan tangan penuh darah saudarinya. Masihkah punya hati ?
Dalam dunia ini, Allah titipkan kita masing-masing amanah. Untuk apa amanah itu digunakan, itu semua kembali kepada kita. Lalu kesemuanya akan dipertanggungkan
Harta itu amanah, begitu pula jabatan, sama dengan keluarga juga amanah, ilmu dan keahlian itu juga amanah, ketenaran juga amanah, yang akan Allah hisab satu saat nanti
Allah berfirman, "Lalu kalian pasti akan ditanyai oleh Allah, pada hari itu, tentang kenikmatan yang Allah berikan pada kalian". Ini yang berat dari amanah yang kita pikul
Maka hal yang terbaik yang kita bisa lakukan adalah menjadikan apapun yang Allah titipkan ini sebagai cara untuk mengenalkan Allah pada manusia, bukan mengenalkan diri sendiri
Indah sekali, bila harta, kuasa, ilmu, ketenaran, dan apapun yang kita miliki bisa jadi jalan hidayah bagi orang lain, kelak akan jadi yang memperingan hisab kita.
Tiap yang diberi amanah itu artinya dapat tambahan potensi masalah, tapi juga Allah berikan tambahan potensi pahala. Pilihan kita bagaimana memanfaatkannya.