mBah Suto bersama cucunya mengadu nasib ke Jakarta (38)

mBah Suto bersama cucunya mengadu nasib ke Jakarta (38)

Wajah kedua bocah polos itu terperangah ketakutan dan merasa bersalah. Tidak mengira akan mendapat tuduhan seperti itu



Oleh : Nonodiono.W

Bocah yang bernama Juno itu memang banyak sekali orang yang menaruh simpati, tresno dan welas asih padanya. Menurut mereka karena bocah yang bernama Juno itu disamping wajahnya memang cakep simpatik. Anaknya juga santun, lugu, memelas tapi juga pintar dan cerdas.

Namun memang perjalanan hidupnya penuh dengan rintangan dan halangan. Tidak sedikit pula orang atau kawan yang apreori padanya. Bahkan membencinya tanpa alasan.

Sebelum berangkat sekolah Juno menerima bungkusan yang diulurkan ibunya.

" Apa ini, bu ?? " Tanya Juno sambil menerima bungkusan itu. 

" Buka saja dulu...." Jawab ibunya 

Juno membuka bungkusan itu disaksikan seisi rumah. Juno terkaget melihat isinya dua celana pendek dan dua baju pendek. 

" Wow..pakaian ??? " Suara mereka serentak dengan gembira.

" Dari siapa, bu ? Yg itu.

" Dari mbak Sinta..."

" Dari mbak Sinta, bu?  Aku kok ndak dikasih ? "

" Ya karena sekarang kan baru kenal. Kalau dengan mas Juno sudah kenal lama. "

Lastri rewel minta juga.  " Engggghh..., aku juga sudah kenal...."

" Ya, sudah. Besuk lalu kemari lagi pasti di bawakan untuk Lastri." 

" Tenan lo...!!!."

" Sudah..   Sekarang berangkat sekolah dulu. Keburu telat nanti..... Ayo......."

Rosmarini, Juno dan Lastri berangkat bareng. Karena memang sekolahan Juno satu atap dengan srkolahan Lastri. Sedangkan sekolahan Rosmarini agak jauh. 

Hari ini sudah dua kalinya pak Tuwuh tidak melakukan perjalanan ngamennya. Setelah hari senin yang lalu suatu siang ia sedang melenggang ditepi jalan. Tiba-tiba sebuah sepeda onthel yang dikendarai lelaki ugal-ugalan menabraknya dari belakang. 

Ia terjatuh krengkangan. Lelaki penabrak itu langsung cepat pergi dengan sepedanya. Karena keadaan jalan sepi. Pak Tuwuh lalu dengan agak susah payah berusaha berdiri sendiri. Dan melangkah kembali dengan menahan sakit. Kencrung ditangan sebagai saksi peristiwa ini.

Beberapa tetangga menyarankan untuk " dibawa ketukang pijat saja " Tapi pak Tuwuh hanya mengiyakan saja. Karena tidak ada biaya untuk kesana. Akhirnya ia hanya berobat sendiri dirumah. Ala isyrinya. 

Dengan diborehi parem beras kencur disekitar pinggang. Itu dilakukan setiap malam menjelang tidur. Hasilanya lumayan bisa jalan-jalan pagi didepan rumah.

Bu haji Jamal yang memiliki toko kelontong dipinggir jalan itu mendatangi bu Ranti dirumahnya. Ia ingin memperkerjakan bu Ranti sebagai asisten rumah tangganya. Untuk mengganti si IMAH pembantunya yang pulang kampung karena menikah.

" Pekerjaan yang harus dikerjakan nanti tidak berat kok. Hanya bersih-bersih, cuci piriing dan memasak.  Kalau masalah belanja bu kaji sendiri yang melakukan. Nanti sehabis dhluhur boleh pulang setelah semuanya selesai."

Bu Ranti menyetuinya dibarengi dengan anggukan kepala. Dan esuk paginya langsung bekerja. Jam satu siang bu Ranti pulang membawa serantang nasi putih dan sepinggan sayur kare dengan beberapa potong tahu goreng dan sambel.

Sesampai dirumah nasi itu segera dicampur dengan nasi jagung yang sudah ada hingga menjadi cukup untuk seisi rumah. Demikianlah dikerjakan setiap hari senin sampai sabtu. Sedang hari minggu libur. Sebab pekerjaan itu bu kaji sendiri yang melakukannya.

Kini anak-anak merasa senang karena setiap pulang sekolah pasti ada yang bisa  dimakan. Walaupun untuk sarapan dan makan malam belum tentu ada. Namun keluarga didikan pak Tuwuh ini selalu bisa mensyukuri apa yang ada.

Siang itu jam setengah dua. Juno sama Rifai teman sejawatnya sedang menawarkan sebuah arloji pada penjual loakan dipinggir jalan Tamansari.

Dari arah timur datang pak Bunandar pegawai PNS yang mau beli rokok dipinggir jalan itu tak jauh dari keberadaan dua bocah Juno dan Rifai. 

Melihat dua bocah itu sedang Mengulurkan arlojinya pada ibu-ibu penjual loakan itu. Seketika Bunandar menstandarkan sepedanya dan cepat menghampiri Juno.

" Podo ono opo nengkene ? " Gertak Bunandar dengan galaknya.

Melihat ekspresi pak Bunandar yang marah dan bengis itu. Kedua bocah Juno dan Rifai langsung gemetaran. Kaget yang bukan kepalang.

" Ini mau jual arloji.. " Kata si bakul loakan sambil menunjukan arlojinya pada P Bunandar.

Dengan kasar P Bunandar mengambil alih arloji itu ke tangannya.  

" Darimana arloji ini....hah ??? " Bentak Bunandar dengan kasar juga

" Saya hanya nemu.." Jawab Rifai ketakutan dan merasa bersalah.

" Bohong !!!!!  Kalian pasti nyolong.. ayo ngaku saja...!!!" Bentaknya lebih menakutkan. 

Wajah kedua bocah polos itu terperangah  ketakutan dan merasa bersalah. Tidak mengira akan mendapat tuduhan seperti itu. Seketika lutut kedua bocah itu terasa lemas. Dan dari celena mereka tiba-tiba mengalir air kencing tak bisa ditahan. 

" Ini arloji saya. Kok bisa kalian pegang dan mau dijual hah ??? " Bentaknya lagi.

Bunandar melolos ikat pinggangnya lalu dengan cepat memborgol tangan Juno dengan sabuk itu. Kedua bocah itu menangis ketakutan. Lelaki bengis itu meraih sepedanya lalu kedua bocah yang ketakutan itu dinaikan diboncengan. Juno didepan dan Rifai dibelakang.

" Kalian akan saya laporkan polisi..." Ancam lelaki bengis itu dengan serius.

" Jangaan..jangan ampunn....jangan laporkan polisi.." Tangis keduanya semakin sakit.

" lnilah kesempatan saya untuk menjatuhkan harga diri keluarga   yang sombong. Sok suci. Melarat tapi gayane koyo wong sugih.... Bangsat ! " Demikian suara hatinya yang memang sudah sekian lama ia menaruh dendam dan merasa tersinggung dengan kehalusan budi pekerti keluarga melarat itu. Yang kemudian ia beri label sombong !!. 

" Kalau tidak mau dilaporkan polisi...Akan saya suruh ngajar orang kampung. Biar kalian kapok. Kedua bocah itu semakin tidak karuan takutnya..

Bunandar mengayuh sepedanya dengan cepat. Setelah melewati tengah kuburan sepeda itu kemudian dituntun dengan kasar. Disepanjang jalan menuju rumah Juno. Suara P Bunandar sengaja lebih dikeraskan.

" Hai konco-konco.. Ibu....bapak....Lihatlah saya memergoki maling cilik yang mau jual hasil malingnya..!!!! " Begitu teriaknya sambil nengok kanan-kiri pada setiap yang dijumpainya.

" Dasar kurang pangan.....kecil-kecil sudah berani nyolong..... Mau jadi apa nanti tuanya...."

Karuan saja setiap orang yang melihat lantas timbul  keingin tahuannya. Untuk kemudian satu-satu mengikuti arah jalan sepeda itu. Melewati warung loteknya bu Hasnah. Beberapa ibu-ibu dan anak mereka satu-satu ikut membututi sambil mengolah pertanyaan di benaknya. 

Satu dua laki perempuan yang ada didalam rumah kerena mendengar adanya keributan. Merekapun lalu ikut-ikutan kesana. Maka semakin banyaklah orang yang akan ikut menyaksikan peristiwa demontratif itu. Sementara kedua bocah dengan tangan terikat diatas sepeda itu seperti pasrah layaknya dua tawanan yang hendak.menerima eksekusi.

Bersambung 


*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda

No comments

Komentar anda sangat berguna untuk meningkatkan penulisan artikel