Oleh : Nonodiono.W
Selepas maghrib keluarga prihatin itu berkumpul diruang tamu. Bapak duduk dikursi sedang menyeruput kopi. Sepiring singkong rebus berada diatas meja. Masih hangat. Disebelahnya adalah lampu minyak berbentuk teplok agak besar sebagai penerang ruang itu. Ketika bapak dan keempat anaknya menikmati singkong.
Ibu datang dari dalam membawa tas cangklong lalu duduk dikursi. Kemudian tasnya ia buka dan dikeluarkan sebuah kantong plastik bening berisi seuntai kalung emas. Seketika semua mata memandang takjub kearah kalung yang ibu keluarkan dari kantong plastiknya.
" Wouw..... Ibu punya kalung ini...?? " Berkata Rosmarini sambil tangannya ikut memegang kalung leontin bermata mutiara itu dengan tatap takjub. " Ini kalung emas to, bu ? " Sambungnya sambil terus memandangi kalung itu.
" Iya....emas 24 karat....."
" Punya siapa ? bu ? "Tanya Rosmarini.
" Punya Juno...." Jawab ibu sambil melirik kearah Juno yang langsung menampakan wajah riang dan bangganya.
" Hah. Juno ????? "
" Oh ini to yang ibu ceritakan itu....? "
" Iya, pak.... Ibu yang namanya bu Dalimah itu memang tresno sama anak kita Juno. Maunya si Juno suruh tinggal disana. Tapi si Junonya tidak mau...."
Seketika semua pandangan tertuju pada Juno.
" Kamu tidak mau...?" Tanya bapak pelan.
Juno hanya menggeleng pelan.
" Orangnya sugih ya, bu ? " Sela Rosmarini antusias.
" Ya....sugih. Juragane kakungmu..."
" Kok kamu ndak mau Juno ? " Kejar Rosmarini.
Sekali lagi Juno menggeleng. " Aku seneng disini sama ibu, bapak dan kalian...."
" Tapi kalau disana kan hidupnya Makmur terjamin..." Bujuk Rosmarini.
" Iya...Maunya ibu Dalimah itu...Juno tinggal disana. Terus sekolah disana.....Sampai kuliah "
" Wouduuuh hebat tenan..!!! "
" Aku kepingin sekolah disini. Kuliah disini....."
" Eih.....mana mungkin kita bisa kuliah...Ngoyoworo..." Sanggah mbakayunya agak serius.
" Siapa bilang....??? Aku yakin besuk bisa....Pasti...."
Bapak dan ibunya tersenyum bangga dengan keyakinan anaknya itu. Memang demikian watak Juno yang membuat Kakungnya sangat mencintainya.
" Yah kita berdo'a saja Insya Allah kalau Tuhan berkehendak. Pasti memberi jalan.." Kata bapak datar tapi meyakinkan.
" Aamiin....." Sahut ibunya.
" Terus......Rencana kalung itu mau disimpan atau.....gimana? " Tanya bapak.
Semua saling memandang.
" Dijual....!!!! " Jawab Juno mantab.....
" Oh.....iya..Dijual.....!!!! Pasti harganya mahal banget....!!!"
" Hooh...dijual..!!!Terus buat beli baju baru.......Mas Juno....mbak Ros.....Aku dan Ragil....semua dibelikan......" Timpa si Lastri dengan semangat sumringah.
Melihat dan mendengarkan keinginan anak-anaknya yang naif realistis, kedua orang tua itu merasa gembira. Karena memang bakal bisa terlaksana. Kalau hanya sekedar beli baju.
" Coba kamu pakai dulu sebelum dijual..Pantes ndak kamu...." Berkata ibu sambil memakaikan kalung itu keleher jenjang Rosmarini.
Prawan ayu yang lagi memasuki masa remaja itu hanya bisa diam dan tersenyum senang.
" Wuoh......mbak Rosmarini tambah cuantik......" Celetuk Juno mengomentari mbakayunya.
" Hooh..... Ayu banget " Sambung Sulastri nimbrung ngomentari.
Kedua orang tuanya yang menyaksikan itu merasa senang dan bangga. Rosmarini memang manis. Walaupun hanya mamakai rok yang teramat sederhana. Rok terusan motip kembang-kembang sebatas lutut yang sudah luntur warnanya. Namun terlihat anggun dipakainya.
Maka menjadi tidak heran manakala ada satu dua tetangga yang ingin menjadikannya ia calon menantu. Rosmarini memang ayu.
Ketika malam menjelang tidur ibu Ranti melamun teringat beberapa waktu yang lalu.
" Ibu...... guru-guru di sekolah ini memang banyak yang suka dengan kepribadiannya. Disamping pintar, jujur dan kalm. Tapi juga santun......." Kata buguru Ambar.
Bu Ranti hanya mengangguk mengiyakan.
" Tapi maaf.....anak ibu kok sering menyendiri. ya.. Seperti kurang riuh bergaul dengan teman lainnya.......Em maaf....Apakah dirumah ada tekanan-tekanan...misalnya bapaknya galak atau...."
" Tidak.... tidak ada yang galak, bu.. Memang sejak kecil dia agak pemalu...." Jawab bu Ranti apa adanya.
" Tapi kami perhatikan memang Rosmarini agak kurang gairah dalam bergaul.
Sering mengeluh sakit ? "
" Tidak.....Dia biasa-biasa saja....."
Ibu guru pembimbing yang bernama ibu Ambar itu kemudian hanya terdiam menyimpan kesimpulan dan pertanyaan.
" Kalau pagi sebelum berangkat sekolah apa dia mau sarapan? "
Agak terkejut ibu Ranti mendengar pertanyaan itu. Sejenak ia terdiam. Lalu....
" Terkadang sarapan. Tapi lebih sering tidak.... "
" Sebisa mungkin disuruh sarapan lebih dulu. Agar lebih mudah menerima pelajaran..."
Ibu Ranti terdiam merunduk sedih.
Begitulah sewaktu ibu Ranti Swarsini datang kesekolahan dalam rangka pengambilan raport kenaikan kelas. Dari kelas satu naik kekelas dua SMP. Hampir setahun yang lalu.
Hari minggu pagi keluarga pak Tuwuh berenam keluar dari rumahnya. Berjalan beriringan melewati kebun singkong tetangga.
" Waduh kokle mulyo temen....Pagi-pagi mau piknik kemana ini jeng.....?"
" Oh, monggo bude Karso......Mau kerumah saudara.." Jawab bu Ranti asal Kena. "
" Lha mbok si Juno ditinggal saja.... Dolan sama bude sini. Ngewangi tetandur..." Kata bude biasa-basi.
" Iya, bude....lain waktu...." Jawab bu Ranti ramah mewakili anaknya.
" Monggo bude..."
" Monggo......"
Sesampai dijalan kebetulan ada andong lewat langsung dipanggil. Melalui tawar-menawar sebentar. Lalu harga akur. Semua naik andong. Lastri dan Juno berebut duluan untuk duduk depan dekat pak kusir. Langit diatas biru bersih dengan saputan awan tipis disana- sini.
Andongpun berjalan. Akhirnya Juno yang duduk didepan dan Lastri duduk disatu kursi dengan Juno menghadap kebelakang. Bertiga Bapak, lbu dan Rosmarini duduk dibelakang. Ragil minta dipangku mbakayunya.
Disepanjang jalan itu mereka nampak gembira sekali. Ragil yang paling kecil selalu menanyakan apa saja yang terlihat aneh pada Rosmarini. Saat seperti inilah yang sangat dirindukan Juno saat berpisah dengan keluarga. Juno memang tipe bocah yang mencintai dan perduli dengan keluarga.
" Bu....nanti kalau kalungnya sudah laku kita mau beli apa, bu ? " Tanya Sulastri sedikit manja.
" Aku mau beli baju casmilon yang semrawang kaya yang di televisi itu, lo..." Kata Juno semangat banget. " Terus sama sendal Lili yang warnanya biru..."
" Hooh yo, mas. Koyo sing nang tivi kae...." Sahut Lastri tak kalah semangat.
" Kamu nonton televisinya dimana ? " Tanya Bapak.
" Dirumahnya bu Jayeng. Sama mbak Rosmarini ya, mbak..."
" Boleh to ? " Tanya lbu dengan santai.
" Ya boleh. Tapi dari luar...lewat cendela kaca. Kan bisa. " Jawab Rosmarini.
" Tapi enak dirumahnya Kaji Marjuki. Televisinya besar...kita nonton dari garasi mobil. Yang nonton banyak......"
" Cuma agak jauh "
" Dan kalau rame televisinya terus dimatikan ha ha ha ha...."
Semua ikut tertawa
" Ya jangan rame..." Kata Bapak menasehati.
" Waktu nonton siaran ulang acara tinju Muhamad Ali itu seru banget lo. pak.."
" Seru ?? "
" Iya. Yang nonton penuh....sampai berdesakan."
" Kalau aku pilih nonton koes plus..." Sela Rosmarini.
" Hooh...waktu koes plus juga penuh sesak.. ya. mbak.."
Celotehan bocah-bocah itu saling Sahut menyahut riuh sekali. Seperti berebut perhatian. Bapak dan ibu sebagai pendengar hanya tersenyum- senyum saja.
bersambung