mBah Suto bersama cucunya mengadu nasib ke Jakarta (39)

mBah Suto bersama cucunya mengadu nasib ke Jakarta (39)

Dengan kayu ranting ditangannya lelaki kurus itu tertatih mendekati anaknya dan menyeretnya turun dari sepeda. Lalu seperti kesetanan ia pukul anaknya


 Oleh : Nonodiono.W

Mendekati halaman rumah pak Tuwuh, suara Bunandar tampil semakin keras, pongah dan arogan. 

" Siapa bilang kalau keluarga Tuwuh itu alim dan baik. Ini buktinya.....si Juno anak kemarin sore sudah berani nyolong... " 

Begitu pongahnya lelaki bengis itu menghentikan langkahnya demi melihat pak Tuwuh yang sedang menjemur ranting kayu bahan bakar didepan rumahnya. 

" Hai pak Tuwuh.....Kamu jangan merasa paling baik dikampung ini. Lihatlah...... telah disaksikan orang banyak.....Ternyata anakmu sudah menjadi maling..."

Tangis Juno dan Rifai sudah agak mengendor. Merasa bakal ada yang membela. 

Seperti masih belum yakin dengan apa yang ada dihadapannya. Ielaki pendiam itu berdiri dengan berat. Kedua matanya melihat betapa para tetangga tengah memperhatikan dirinya.

Ibu Ranti yang mendengar keributan itu keluar dari rumah diikuti ketiga anaknya. Betapa kagetnya mereka melihat apa yang ada didepan mata mereka. 

" Ini ada apa...?????" Teriak ibunya demi melihat anaknya diikat kedua tangannya.

" Anakmu maling, nyopet arloji ini...." Menunjukan arloji itu dengan mengangkatnya tinggi-tinggi. Berpuluh mata kemudian  memandang arloji itu dengan berbagai  pikiran dan tuduhan.

" Aku tidak nyolong.. " jawab keduanya lirih 

" Bohong!!!!!! " Dan melayangkan pukulan pada Juno. 

Juno mengaduh kesakitan.

" Hai....katakan ini ada apa???? " Teriak ibu marah hampir menangis Tapi ketiga anaknya yang berlindung dibelakangnya menangis menjerit sambil tubuhnya gemetaran

" Pak Tuwuh..  Kalau kamu tidak bisa ngajar anakmu yang jadi maling ini... Aku yang akan menghajarnya disini..!!!!!."

Mendengar perkataan pedas itu. Hati pak Tuwuh langsung membara. Ia merasa seperti dipukul, ditelanjangi dan dihinakan tanggung jawabnya sebagai orang tua didepan orang banyak. 

Wajah pak Tuwuh yang biasanya adem dan ramah itu kini berubah menyala. 

" Ayo...hajar maling cilik ini sebelum aku yang nggak sabar untuk menghajar. 

Dengan kayu ranting ditangannya lelaki kurus itu tertatih mendekati anaknya dan menyeretnya turun dari sepeda. Lalu seperti kesetanan ia pukul anaknya dengan ranting itu berulang-ulang Hingga anak itu jungkir balik kesakitan. Sementara Rifai yng kemudian terjatuh dari boncengan sepeda 

Iapun lari menjauhi mereka dengan tunggang langgang. 

" Teruuuus...Teruuus..." Suara lelaki bengis dibarengi dengan jeritan dan teriakan mengandung iba dari istri dan ketiga anaknya.

" Bapaaaak.....bapak.Jangan pak....!Bapaaaakkk... Jangaaaaan !!!!! " 

Om SALIM yang bertubuh atletis dan kekar itu tiba-tiba melompat ketengah-tengah mereka. Dangan sigap ia dekap si Juno yang kesakitan.

Tersadar dengan apa yang barusan ia lakukan. Seketika itu pak Tuwuh terjatuh lemas tak berdaya dengan bibir gemetaran dan mata berkunang-kunang.

Dan seketika ibu dan ketiga anaknya serentak menubruk Juno sambil masih menangis. 

Kini om Salim yang kemudian berdiri dengan gigi gemertak marah pelan mendekati Bunandar dengan pandangan mata setajam mata harimau. Bunandar yang tidak menyangka dengan kehadiran lelaki gagah itu. Ia terpaksa mundur selangkah. Tapi dengan cepat lelaki gahah itu melompat sambil melayangkan pukulan kerasnya. 

Tepat mengenai mulut Bunandar hingga mengucurkan darah segar. Sebelum lelaki bengis itu sempat mengelap mulutnya kembli ia harus menerima pukulan dan  tendangan beruntun. Sampai akhirnya orang-orangpun datang melerai

" Haiii bajingan....! Jangan ikut campur urusanku dengan maling cilik  itu..."

" Yang maling itu kamu apa dia? "

" Ini buktinya.. "

Bunandar mengacungkan arlojinya kearah muka Salim. Tapi yang ia terima kemudian sebuah pukulan lagi mengenai mata kirinya. "dasssshhhhggg.." Ia sempoyongan kebelakang. Dan ambruk. Sekaligus mata yang licik itu langsung membengkak.

" Haiiii. Aku tidak suka kamu katakan anak itu maling. Aku tahu banget siapa dia... 

Seorang bocah kepergok maling terus ada yang bela" Diucapkan dengan intonasi sindiran. 

" Kamu memang tidak pantas jadi guru.....Kurang ajar." 

Ketika Salim mau menyerang lagi. Bunandar sudah lari tunggang langgang. Orang-orangpun berhasil mencegan Salim untuk mengejarnya

" Bapak-bapak dan ibu semua.....Sebenarnya apa yang dikatakan Bunandar itu tidak benar...Aku berani pasang tangan. Kalau sampai si Juno yang jadi maling benar.. Silahkan potong tanganku...." 

Para tetangga mengangguk-angguk tanda percaya pada om Salim dari pada Bunandar.

Lelaki perkasa itu kemudian nampak sedang berusaha menenangkan diri untuk menurunkan emosinya. Ia duduk dibawah pohon waru.

Kini perhatian oang-orang tertuju pada Juno dan bapaknya. Juno yang kemudian dituntun Rosmarini dan ibunya menuju rumah. Begitu juga pak Tuwuh yang seolah sulit untuk berdiri. Tubuhnya lunglai seperti tak berdaya setelah terkuras emosinya sewaktu mengjajar anaknya. 

Kini hatinya merasa tersiksa. Pikirannya diliputi kebuntuan. Ia merasa dikendalikan syaitan. Kekecewaan kini menyelimuti batinnya yang terasa rapuk.  Sungguh tidak pantas  melampiaskan emosinya pada Juno. 

Sambil jalan pelan dipapah dua orang tetangganya iapun merintih pilu.

Malam harinya Juno tiduran diatas dipan dikamar orang tuanya. Badannya panas dingin 

Ia merasakan demam. Tubuhnya terasa kaku dan banyak goresan-goresan bekas pukulan kayu dusekujur tubuhnya. Sesekali terdengar rintihannya lirih dari mulutnya. Tetapi cukup mengiris hati bapaknya yang dengan tekun menunggui duduk diatas dipan disampingnya. Sesekali juga bapak yang sangat merasa bersalah ini mengganti kain kompres yang ada di kepala Juno.

Rosmarini, Lastri, Ragil dan Ibu juga dengan setia berada dikamar itu menunggui Juno. Diatas meja kecil terdapat bermacam panganan dan minuman. disebelahnya lagi terdapat lodong atau toples berisi beberapa amplop kecil dari para tetangga yang merasa empati terhadap keluarga ini. Terutama terhadap Juno. 

Jam setengah sembilan Om Salim datang membawa seorang dokter AKHMAD SULAIMAN. Setelah memeriksa suhu tubuh dan bekas luka memar. Dokter itu kemudian menyuntiknya dan memberinya beberapa obat sebelum kemudian pergi diantar om Salim.

Tengah malam Juno tidak bisa tidur. Semua tubuhnya masih terasa sakit.... 

Iapun belum mau makan sampai malam. Beberapa panganan tidak ada yang  disentuh

Ibu dan bapaknya sangat prihatin dengan keadaan ini

" La terus gimana.....kamu mau makan apa Juno.? Makan ini nggak mau, itu nggak mau....terus maunya apa? Ibu sedih kalau begini ini. "

" Yang paling kamu sukai apa, katakan saja...biar bapak yang betangkat beli..." Kata Bapak dengan rasa iba.

" Makan pakai sate pak Amat...Apa bakmi istimewanya pak Panut ya......Biar bapak yang betangkat beli......" Bujuk ibunya dengan deras. 

Juno hanya menggelengkan kepalanya pelan. 

" Terus gimana leee.. Perutmu belum diisi sejak siang tadi.... Ibu sedih kalau begini ini...." Berkata begiti sambil setengah menangis. Tapi air matanya menetes satu-satu dipipinya.

Melihat ibunya sedih si  Lastri ikut-ikutan sedih dan menangis. Si Ragil terbangun ikut menangis. Menyusul si Rosmarini juga terbangun ikut nimbrung masuk kamar. 

Bapak yang sejak siang menunggui tidak bisa menahan kesedihan. Ia turun dari amben melangkah keluar kamar dengan membawa hati yang teramat pilu.

Diruang tengah ia sesenggukan sendiri. Menangisi kecerobohan hatinya sendiri. 

" Maafkan bapak...... Bapak yang bodoh ini terlalu terbawa emosi.... " Ia duduk dikursi ruang tamu tengah menyesali kekeliruannya sendiri.

Suara ketukan pintu dari depan mengagetkan bapak. Dengan menata hati bapak melangkah membuka pintu. Dari pintu yang terbuka itu muncul bu Joyo tetangga sebelah membawa sepiring nasi dan semangkok sayur bobor hangat.

" Kulonuwuuun..."

" Monggo.... Oh, bude Joyo.. Monggo...  "

Masuk membawa mangkuknya." Juno belum tidur, to?  "

" Oh, belum....monggo..."

Bude Joyo yang sudah seperti saudara sendiri itu langsung masuk kekamar. 

" Oh, bude Joyo....Monggo bude..."

" Ini.......Bude bawakan nasi sayur bobor kesukaan Juno waktu kecil.... "

Juno membuka matanya memandang kearah bude Joyo.

" Juno.....ayo ma'em pakai sayur bobor.  Mumpung masih anget......." Berkata begitu sambil bude Joyo duduk diamben dekat Juno. 

Dengan pelan dan dibantu ibunya Juno berusaha bangun dari tiduran lalu duduk. 

" Ma ' em sayur bobor yo.......!!!!?" Kata bude Joyo dan ibunya hampir berbarengan. 

Juno mengangguk pelan. Seketika seisi rumah itu langsung  bisa bernafas lega. Seolah seperti baru terbangun dari mimpi buruk. 

juno makan disuapi mbak Rosmarini. Bapak masuk kamar merasa lega melihat anaknya mau makan....Dan tidak memakan waktu lama nasi dan sayur itu telah ludes. Karuan saja seisi rumah menjadi gembira ria tak terkecuali bude Joyo juga. 

bersambung

*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda

No comments

Komentar anda sangat berguna untuk meningkatkan penulisan artikel