Menurut kitab sejarah Sunda yang berjudul Tina Layang Parahyang (Catatan dari Parahyangan), keberadaan komunitas Cina di Tangerang dan Batavia sudah ada setidak-tidaknya sejak tahun 1507. Kitab itu menceritakan tentang mendaratnya rombongan pertama dari dataran Tiongkok yang dipimpin Tjen Tjie Lung alias Halung di muara Sungai Cisadane, yang sekarang berubah nama menjadi Teluk Naga.
Saat itu ada sebuah benteng Belanda di kota Tangerang tepatnya di pinggir sungai Cisadane, difungsikan sebagai pos pengamanan mencegah serangan dari Kesultanan Banten, benteng ini merupakan Benteng terdepan pertahanan Belanda di pulau Jawa.
Karena belanda sudah tidak menggunakan benteng tersebut, maka oleh masyarakat Cina di manfaatkan sebagai tempat tinggalnya, inilah awal mula orang sering menyebut Cina Benteng. Kelompok masayarakat Cina ini telah beberapa generasi tinggal di Tangerang yang kini berkembang menjadi tiga wilayah yaitu, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.
Para Cina ini berkontribusi besar terhadap kelangsungan kekuasaan Belanda di Tangerang, banyak dari mereka yang diangkat menjadi kapiten pada era feodalisme tuan tanah di Tangerang, dan mereka sangat loyal.
Cina Benteng terbagi menjadi dua golongan berdasarkan keberangkatan mereka dari Tiongkok:
Golongan pertama adalah mereka yang datang pada abad ke-15, mereka datang untuk menjadi petani, buruh, pekerja, atau sebagai pedagang, mereka mencapai Tangerang dengan menggunakan perahu, kehidupan mereka sangat sederhana dan banyak yang bekerja dengan orang Belanda untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Sekarang, orang Cina Benteng golongan pertama tersebut sudah terasimilasi dengan penduduk pribumi baik etnis Sunda atau Betawi.
Sedangkan golongan kedua adalah orang Cina yang datang pada abad ke-18 dan mereka mendapat restu dan perbekalan dari Kaisar, dengan janji bahwa mereka akan tetap loyal terhadap Tiongkok dan Kaisar Dinasti Qing.
Tangerang terkenal dengan produksi kecap. Dari jaman kumpeni, masa kolonial, masa pendudukan Jepang sampai kemerdekaan Indonesia. Kecap produksi sini dikenal dengan nama Kecap Benteng.
Sampai sekarang kecap Benteng banyak di kenal masayarakat Indonesia, salah satunya adalah kecap Bango. Kecap Bango awalnya merupakan sebuah industri rumah tangga yang dimulai pada tahun 1928 di daerah Benteng, Tangerang, Jawa Barat. Perjalanan Bango dimulai oleh Tjoa Pit Boen yang pertama kali dijajakan di toko kecil di beranda rumahnya. Nama Bango dipilih pendirinya dengan satu visi, yaitu agar produknya dapat terbang tinggi hingga ke manca negara.
Ketika usaha Yunus Kartadinata berkembang, pabrik Kecap Bango pindah di Jalan Asem Lama (sekarang Jalan Wahid Hasyim), Tanah Abang, Jakarta Pusat, persis di belakang gedung Badan Pengawas Pemilu. Namun kini kawasan itu sudah berubah menjadi deretan rumah perkantoran. Kecap Bango tumbuh dan populer di Jawa Barat dan Jakarta.
Perusahaan Kecap Bango berubah menjadi perseroan terbatas, yaitu PT Anugrah Indah Pelangi dan PT Anugrah Damai Pratama. Manajemen dikelola anak Yunus yang keempat, Eppy Kartadinata, pada 1982. Pabrik kini menempati area seluas delapan hektaree di Desa Wantilan, Cipeundeuy, Subang, Jawa Barat.
Unilever dan keluarga Kartadinata membentuk perusahaan patungan bernama PT Anugrah Lever. Perusahaan ini memproduksi dan memasarkan kecap, sambal, dan saus bermerek Bango. Unilever menguasai 65 persen saham, sisanya 35 persen dimiliki Anugrah Indah Pelangi dan Anugrah Damai Pratama. Pada 2007, Unilever mengakuisisi sisa saham Bango milik keluarga Kartadinata.
Kecap Benteng selalu nomor satu
”Kota Tangerang jang doeloenja benama Benteng, meroepakan goedangnja ketjap jang begitoe kesohor ke seantero djagat. Makanja, Toean atawa Njonja tidak afdol rasanja kalao tidak membeli oleh-oleh oentoek sanak familie dan kolega. Perloe semoea orang ingat bahwa Ketjap Benteng toelen selaloe nomor satoe, tidak ada nomor doea, tiga, apalagi nomor sepoeloeh”.
Sejak kapan pabrik kecap mengklaim produknya sebagai nomor satu? Sodorkanlah pertanyaan itu kepada pengusaha kecap lokal. Niscaya mereka akan menjawab sekenanya. ”Kami mah kagak tahu. Sejak zaman engkong saya, semua kecap udah nomor satu,” ujar Hendra Sudirdja (60), generasi ketiga penerus pabrik kecap Benteng SH (Siong Hien), dengan aksen Betawi-Tangerang yang medok.
Klaim pabrik kecap yang didirikan sejak 1920 itu tidak kepalang tanggung: kecap Benteng SH tidak hanya tersohor se-Nusantara, tetapi juga seantero jagat raya. Simaklah tulisan pada stiker di botol kecap Benteng SH kemasan khusus yang hanya dijual di Museum Benteng Heritage.
Bagaimana dengan kecap Benteng SH? Kecap ini berkuasa terutama di Kota Tangerang. Jika kita bertamasya kuliner di Pasar Lama Benteng, pedagang makanan hampir pasti hanya menggunakan dua merek kecap, yakni Benteng SH dan Benteng Cap Istana. Di luar Tangerang, Benteng SH hanya beredar di beberapa titik di Jakarta Barat yang banyak dihuni peranakan Cina.
Dalam politik kecap, tidak ada kecap nomor dua, tiga, dan seterusnya. Yang ada kecap nomor satu. Perang klaim antar pabrik kecap itu terjadi dari dulu sampai sekarang. Namun, meski ”ngecap”, janji manis kecap manis bukan janji bohong, yaitu berasa manis.