Cina, Arab dan Jawa berebut menjadi calon Gubernur Jakarta

Cina, Arab dan Jawa berebut menjadi calon Gubernur Jakarta

Yang menarik. khususnya untuk calon gubernur, ketiganya berasal dari tiga etnis yang berbeda, AniesLahir dari ayah berketurunan Arab, Ahok adalah gubernur keturunan Cina dan Agus Harimurti beretnis Jawa


Isu SARA alias suku, agama, ras, dan antargolongan sering diembuskan dalam arena Pilkada, terutama yang menyangkut suku dan agama kontestan.
Lengkap sudah tiga pasang bakal calon gubernur dan wakilnya terbentuk setelah koalisi Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengusung Anies Baswedan dan Sandiaga Uno masing-masing sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta.

Sebelumnya PDI Perjuangan mengusung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat. Sedangkan koalisi empat partai sisa, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai AManat Nasional (PAN), dan Partai Demokrat (PD) mengusung pasangan Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni.

Dengan adanya tiga pasangan calon gubernur, maka terbuka peluang Pilkada DKI Jakarta yang akan dilaksanakan serentak 15 Februari 2017 dengan 100 daerah lainya di Indonesia berlangsung dua putaran. Hal ini dimungkinkan jika tidak ada satu pasangan pun yang meraih 50 persen plus 1 dalam penghitungan suara usai pemungutan suara. Berbeda jika hanya ada dua pasang calon yang berlaga, maka Pilkada dilaksanakan satu putaran.

Yang menarik dari tiga kontestan, khususnya untuk calon gubernur, ketiganya berasal dari tiga etnis yang berbeda, yang menunjukkan keragaman dan kekayaan suku bangsa di Indonesia.

Anies yang mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebelum digantikan Muhajir Effendy dilahirkan di Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 7 Mei 1969. Lahir dari ayah berketurunan Arab, Rasyid Baswedan, dengan pasangannya Aliyah Rasyid, selama ini Anies jauh dari ingar bingar politik . Kegiatan utamanya tidak jauh dari di dunia pendidikan. “Indonesia Mengajar” adalah salah satu komunitas besar dan berpengaruh yang dibentuknya.

Ahok adalah gubernur petahana keturunan Tionghoa yang lahir di Manggar, Belitung Timur, 29 Juni 1966, dengan nama Tionghoa Zhong Wanxue. Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta 19 November 2014 menggantikan Gubernur Joko Widodo yang terpilih sebagai Presiden RI pada Pilpres 2014.

Dalam Pilkada DKI Jakarta ini, Ahok yang berpasangan dengan Djarot akan “mempertahankan kursi”-nya dengan melawan pasangan Anies-Sandiaga dan Agus-Sylviana.

Agus Harimurti yang merupakan anak sulung mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono jelas beretnis Jawa sebagaimana orangtuanya. Agus adalah anggota TNI aktif yang saat ini menjabat Komandan Batalyon Infanteri Mekanis 203/Arya Kemuning di Tangerang, Banten. Pangkat pria kelahiran Bandung 10 Agustus 1978 ini adalah Mayor alias melati satu. Namun karena pencalonannya ini Agus harus keluar dari ketentaraannya dan tidak bisa masuk lagi dengan alasan apapun.

Dari ketiga kontestan calon gubernur DKI Jakarta yang terdiri dari tiga suku berbeda itu, Agus-lah yang paling muda, yakni 38 tahun, disusul Anies 47 tahun dan paling senior Ahok 50 tahun.

Melihat keragaman suku, agama serta budaya di Indonesia, tidak heran kalau sejumlah calon kepala daerah, baik bupati walikota maupun gubernur, terdiri dari latar belakang suku yang berbeda. DKI Jakarta sebagai “melting pot” atau persilangan budaya berbagai bangsa adalah kota paling unik karena kontestan kali ini diisi tiga suku bangsa berbeda, yakni Arab, Tionghoa, dan Jawa.

Namun sayang, etnis Betawi yang disebut-sebut sebagai “pemilik awal” kota Jakarta tidak ada yang berhasil masuk pencalonan.

Dengan demikian, isu yang mempertentangan suku, agama, ras, dan antargolongan yang dikenal sebagai SARA pada Pilkada DKI Jakarta ini sudah tidak relevan lagi dimainkan. Setidak-tidaknya Ahok tidak akan menjadi bulan-bulanan risak dan perundungan karena berasal dari etnis Tionghoa. Toh ada juga Anies Baswedan yang keturunan Arab dan Agus Harimurti yang beretnis Jawa.

Keragaman suku, budaya, dan agama inilah yang justru harus dipelihara sebagai pupuk utama persatuan. Tetapi dalam situasi Pilkada DKI Jakarta yang teramat penting dan genting, isu SARA tidak dapat dielakkan karena sangat ampuh untuk melemahkan lawan, atau sebaliknya untuk menguatkan pasangan tertentu.
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda