Mewaspadai Cabe dan wortel beracun yang di impor dari Cina

Mewaspadai Cabe dan wortel beracun yang di impor dari Cina

Setelah cabai yang mengandung bakteri berbahaya, kini muncul wortel yang mengandung racun yang sama sama dari Cina


Berita sebelumnya :

Cabai ilegal dari Cina mengandung bakteri berbahaya ditanam di perbukitan tersembunyi
Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati, Antarjo Dikin, masih mencari tahu motif empat warga negara China menanam cabai secara ilegal di Desa Sukadamai, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, sebulan yang lalu.

Cabai ilegal itu dibawa dari China tanpa melalui proses sertifikasi dan diketahui mengandung bakteri perusak tanaman sejenis jika ditanam. (baca disini)

Dan Kini...

Bibit Wortel Beracun asal China Ditemukan di Pegunungan Dieng
Bareskrim Mabes Polri berhasil mengungkap penyelundupan bibit wortel ilegal asal Tiongkok yang diduga mengandung racun. Sebanyak 3,5 ton wortel yang diduga mengandung racun tersebut terungkap setelah Tim Mabes Polri menggerebek sebuah gudang di pusat pergudangan Romikalisari Surabaya, beberapa waktu lalu.

Usut punya usut, wortel-wortel itu ternyata dibudidayakan di dataran tinggi Dieng Banjarnegara, Jawa Tengah. Sejumlah petani di desa Sumberejo, Batur Banjarnegara, pun telah diperiksa penyidik.

"Kami ini petani desa tak tahu apa-apa. Tiba-tiba ada masalah kayak gini kami takut," kata salah seorang petani, Fanani, kepada Rappler dan sejumlah media lain yang menemuinya pada Senin, 28 Agustus 2017.

Fanani mengatakan dirinya dan petani lain di desa tersebut tidak mengetahui sama sekali bibit yang ia tanam adalah ilegal, terlebih diduga mengandung zat berbahaya. Maklum, pengetahuannya dan teman-temannya sesama petani rata-rata berpendidikan rendah.

Ia hanya terbuai dengan bujuk rayu pengusaha yang menjanjikan keuntungan panen tanpa berpikir ada tipu muslihat di baliknya. Fanani mengatakan ada beberapa pengusaha datang dari Surabaya ke desanya menawarkan kerjasama penanaman wortel dengan sistem kontrak pada Maret 2017.

Kontrak menggiurkan

Dalam kontrak tersebut, petani cukup menyediakan lahan. Bibit dan pupuk serta perstisida disediakan cuma-cuma oleh pengusaha tersebut. Yang lebih menggembirakan, pengusaha menjamin akan membeli hasil panen wortel petani dengan harga cukup tinggi, yakni Rp 5 ribu perkilogram.

Selain itu metode penanaman yang ditawarkan juga lebih mudah dan modern. "Bibitnya sudah ditata jaraknya dengan diikat tali yang digulung. Tinggal dibentangkan ke lahan dan ditanam. Lebih mudah dan rapi dari biasanya," katanya.

Pengusaha tersebut juga meyakinkan hasil produksi akan lebih melimpah dengan perkiraan 75 ton per hektar. Dengan asumsi demikian, petani akan meraup omset Rp 375 juta per hektar jika bisa memenuhi target.

Para petani pun akhirnya tak kuasa menolak tawaran menggiurkan itu. Untuk tahap awal penanaman, petani di desa Sumberejo menyiapkan lahan seluas 5 hektar yang dikelola 5 orang petani. Jika berhasil, petani lain akan mengikuti pada masa tanam berikutnya.

Panen perdana berhasil tercapai. Sebanyak 3,5 ton wortel berhasil dipanen dan dikirim ke Surabaya. Sementara tanaman wortel lainnya juga telah siap panen namun belum sampai dipetik. "Malah ada kejadian ini kami juga jadi bingung," katanya.

Fanani dan sejumlah petani lain kini bingung terhadap nasib wortel yang masih sekitar 80 persen belum dipanen. Pasalnya, selama penyelidikan, wortel petani yang siap panen dilarang dipetik atau diedarkan.

Padahal, penundaan panen berdampak terhadap memburuknya kualitas wortel di dalam tanah. Petani juga jadi terlambat menanami lahannya dengan tanaman baru karena tanaman lama belum dipanen.

Belum lagi, jika hasil uji laboratorium menunjukkan wortel mereka beracun dan tidak boleh diedarkan atau dimusnahkan. Padahal, petani telah keluar modal besar untuk menanam wortel itu, mulai dari biaya sewa lahan hingga perawatan.

"Sewa lahan satu musim Rp 15 juta, ditambah biaya perawatan dan lainnya. Modal sekitar Rp 35 juta perhektar. Jika wortel kami tidak boleh dijual, kami rugi besar. Apalagi petani hanya mengandalkan pemasukan dari lahan itu," katanya.

Fanani merasa petani hanya menjadi korban dalam kasus ini. Selain dilanda kerugian materi, Fanani mengaku menderita beban moral karena dianggap menanam bibit ilegal.

Padahal, ia tak mengetahui sama sekali soal keabsahan bibit itu hingga kandungan yang ada di dalamnya. "Petani itu lugu. Kami sering ditipu oleh pengusaha. Kami berharap pemerintah bisa bijaksana dan mengganti untung panen kami," katanya tanpa menyebut siapa pengusaha yang memberi mereka bibit wortel.

Uji laboratorium

Kepala Dinas Pertanian Banjarnegara Singgih Haryono mengatakan pasca penggerebekan gudang wortel di Surabaya, petugas dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSB) Provinsi Jawa Tengah langsung turun ke lapangan untuk meneliti lahan penanaman wortel itu di wilayah Kecamatan Batur Banjarnegara.

Petugas pun telah mengambil sampel atau contoh wortel dari petani guna diuji laboratorium sehingga diketahui kandungan zat di dalamnya. Namun Singgih belum bisa memastikan seberapa bahaya wortel itu karena hasil uji laboratorium belum keluar. Yang jelas, jika terbukti mengandung racun, peredaran wortel itu harus dihentikan. "Kalau terbukti bahaya, pasti disita dan tidak akan diedarkan," katanya.

Menurut Singgih, balai pengawasan benih sangat ketat dalam mengawasi peredaran benih untuk memastikannya aman bagi kesehatan tanaman dan manusia. Jika ada bibit beracun beredar di petani, dipastikan itu ilegal karena tidak mungkin balai karantina pertanian meloloskan benih beracun untuk dikembangkan di lahan petani.

Empat Petani Diperiksa Penyidik

Bareskrim Mabes Polri dibantu Polres Banjarnegara masih mendalami kasus bibit wortel ilegal yang ditanam di dataran tinggi Dieng. Empat petani yang menanam wortel telah diperiksa sebagai saksi atas kasus tersebut.

Kapolres Banjarnegara AKBP Nona Pricillia Ohei mengatakan, bibit wortel ilegal asal Tiongkok itu ditanam pada lahan seluas 11 ribu meter persegi di wilayah Batur Banjarnegara.

Pihaknya belum bisa menyimpulkan kandungan racun dalam wortel itu sampai menunggu uji laboratorium Bareskrim keluar. "Yang jelas impor bibit itu ilegal," katanya.

Pricillia memastikan, wortel diduga beracun itu belum sempat diedarkan ke masyarakat karena lebih dulu disita Bareskrim saat penggerebekan di gudang penyimpanan wortel di Surabaya.

Sementara wortel yang masih tertanam di lahan petani tidak diperbolehkan dipanen selama proses penyelidikan berlangsung atau hasil uji lab keluar.

Pricillia mengungkapkan, bibit itu berasal dari pengusaha asal Surabaya bersama beberapa warga negara Tiongkok yang mendatangi petani di dataran tinggi Dieng Banjarnegara untuk menawarkan kerjasama penanaman bibit wortel dengan sistem kontrak.

"Dari fisiknya, wortel dari Tiongkok ini lebih orange warnanya. Ukurannya juga lebih besar dari wortel pada umumnya," katanya. (rpl)
*  
Google
Klik untuk buka komentar sesuai akun Anda